Pukat Korupsi Fakultas Hukum (FH) UGM menilai program 100 Hari SBY-Boediono di bidang pemberantasan korupsi masih belum berjalan dengan baik. Kebijakan yang muncul belum bersifat strategis dan terencana, bahkan sebaliknya yang muncul justru kebijakan bersifat insidental. “Hingga seratus hari, komitmen pemberantasan korupsi Pemerintahan SBY-Boediono bukannya semakin menguat, tetapi justru kian meredup,” kata peneliti Pukat Korupsi, Danang Kurniadi, kepada wartawan dalam laporan “Evaluasi 100 Hari Pemerintahan SBY-Boediono”, Selasa (2/2) di kantor Pukat Korupsi, Bulaksumur.
Berbeda dengan periode 2004-2009, Presiden SBY dipuji dengan diterbitkannya Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Namun, saat ini Pemerintahan SBY yang berduet dengan Boediono sering mengeluarkan produk hukum yang bersifat insidental, antara lain, penerbitan Perpu No. 4 Tahun 2009 tentang Pimpinan Sementara KPK, Keppres No. 31 Tahun 2009 tentang Pembentukan Tim Independen Verifikasi Fakta Kasus Chandra dan Bibit, Keppres No. 37 Tahun 2009 tentang Pembentulan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum dan Penyusunan RPP Penyadapan.
Menurut Danang, produk hukum insidental itu mengindikasikan Pemerintahan SBY-Boediono tidak memiliki orientasi jangka panjang dalam memerangi korupsi. “Sebagian program yang dirinci dalam bentuk rencana aksi nyaris tak terdengar. Pemerintah tidak memiliki orientasi jangka panjang dalam memerangi korupsi di Indonesia,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)