Sebagai unit pelayanan publik, perpustakaan memerlukan umpan balik atas layanan yang diberikan pada publik. Untuk keperluan ini digunakan tiga cara memantau persepsi, harapan atau keluhan pemustaka terhadap layanan perpustakaan, yaitu aplikasi SIAP (Sistem Informasi Aspirasi Publik), survei indeks kepuasan masyarakat (IKM) dan komentar atau review masyarakat yang disampaikan melalui google reviews.
Kepala Perpustakaan UGM, Dra. Nawang Purwanti, M.Lib., mengatakan setahun setelah diterapkan sistem ASPIRASI tercatat di tahun 2014 ada 105 aspirasi. Jumlah tersebut menurun di tahun 2015 dengan angka aspirasi mencapai 43.
“Angka aspirasi itu pun tidak berubah pada tahun 2016, dan di tahun 2017 jumlah aspirasi menurun menjadi 25 aspirasi,” kata Nawang Purwanti, di lantai II Perpustakaan UGM, Kamis (1/3).
Nawang menuturkan sebagai komitmen untuk terus meningkatkan kualitas layanan, Perpustakaan UGM secara berkala mengadakan survei indeks kepuasan masyarakat (IKM) minimal satu kali setahun. Dari survei tersebut didapat skor rata-rata 75,90 (2013), 76,22 (2014), 74,96 (2015), 75,64 (2016) dan 77,34 (2017).
Menurut Nawang, meski mengalami penurunan di tahun 2015, namun secara keseluruhan skor IKM/kinerja pelayanan cenderung meningkat walaupun masih dalam kategori yang sama yaitu baik (62,51-81,25). Sementara itu, pemantauan melalui Google reviews di tahun 2016 terdapat 54 review dengan skor bintang 4,4 (dari skor tertinggi 5). Di tahun 2017 jumlah total review ada 122 dengan skor bintang 4,5.
“”Dengan umpan balik dari pemustaka ini memungkinkan perpustakaan melakukan tindak lanjut dengan mengadakan perbaikan pada aspek kinerja yang belum memenuhi harapan pemustaka,” tuturnya saat menyampaikan laporan pada Dies ke-67 Perpustakaan UGM.
Nawang menyebut untuk menjamin ketersediaan koleksi atau sumber referensi yang lengkap dan mutakhir, perpustakaan pusat melanggan online database baik yang berupa langganan e-journal dan e-databases maupun pembelian perseptual e-books, sementara perpustakaan di fakultas/ sekolah mengadakan buku teks cetak yang dibutuhkan di unit kerja masing-masing. Di tahun 2017 diadakan beberapa judul e-books, yaitu Wiley E-Books (52 judul berbagai bidang), Taylor & Francis E-Books (98 judul berbagai bidang) dan Springer E-Books (84 judul berbagai bidang).
“Sementara itu, jumlah paket/ judul database yang dilanggan atau diperbarui masa langganannya ada 48 paket/ judul termasuk database yang berisi datasheets dan database navigasi seperti SCOPUS dan Summon Discovery,” sebutnya.
Disampaikan pula sejak disediakan aplikasi akses mobile ke portal perpustakaan melalui MLibrary versi android di tahun 2014 dan versi iOS di tahun 2015, angka akses mobile ke katalog perpustakaan (OPAC) terus mengalami peningkatan. Di tahun 2016 akses mobile melalui android tercatat 58.024 kali, naik hampir 105 persen dari tahun 2015 sebanyak 28.315 kali, dan akses melalui iOS tercatat 6.101 kali naik sekitar 123 persen dari tahun 2015 sebanyak 2.738 kali.
“Di tahun 2017 akses mobile melalui android sebanyak 93.056 kali, naik 37,64 persen dan melalui iOS sebanyak 9,157 kali, naik 33,37 persen dari tahun sebelumnya,” papar Nawang Purwanti.
Sementara itu, Safirotu Khoir, Ph.D dalam orasi ilmiahnya mengatakan seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan pemustaka yang sebagian besar merupakan digital generation maka metode pengajaran dan variasi layanan sudah mulai berinovasi, semisal dengan permainan (games). Permainan ini, baik secara langsung maupun komputer mulai digalakkan lebih dari satu dekade sebagai bagian penting dalam perkembangan layanan terhadap digital natives.
“Salah satu item penting dalam kebijakan ini adalah karakteristik pemustaka agar permainan menjadi relevan, tepat dan berharga,” katanya.
Menurut Safirotu Khoir, games sebagai bagian dari layanan perpustakaan tersajikan dalam dua tipe, yaitu games sebagai koleksi perpustakaan dan games sebagai bagian dari instruksi di perpustakaan. Dalam perpustakaan akademik, adanya koleksi games menunjukkan kepedulian bahwa games adalah bentuk media yang sama dengan media lainnya.
“Sayangnya, pustakawan akademik di Indonesia masih beranggapan perpustakaan akademik sebagai tempat utama untuk belajar dan mengakses bahan bacaan. Games belum perlu disediakan di perpustakaan. Pustakawan masih beranggapan permainan hanya untuk kesenangan dan tidak pantas diadakan di perpustakaan,” jelasnya.
Sementara itu, di perpustakaan negara lain, kata Safirotu, sudah berbenahm, seperti menciptakan konsep games dan games facilities, menghadirkan layanan augmented reality and virtual reality di perpustakaan, dan video conference untuk pemustaka yang merupakan adaptasi dari teknologi dan karakteristik digital natives. Oleh karena itu, pustakawan dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan perilaku digital generation.
Peringatan ke-67 Perpustakaan UGM diramaikan dengan pemotongan tumpeng. Selain itu, diberikan penghargaan kepada pemustaka paling sering meminjam buku cetak di tahun 2017, yaitu Suwarno, mahasiswa Prodi S3 Sejarah UGM, pemustaka paling sering berkunjung secara fisik ke perpustakaan di tahun 2017, yaitu Muhammad Abeng, mahasiswa S1 Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Faperta UGM dan pemustaka yang sering mengakses melalui ezproxy database, yaitu Adri Warsena, mahasiswa S2 Manajemen FEB UGM. (Humas UGM/ Agung)