Spanyol dinilai mampu meningkatkan perekonomiannya dari sektor pariwisata, padahal negara tersebut sempat dilanda krisis bersamaan dengan krisis ekonomi di Yunani. Salah satu keunggulan yang dimiliki oleh Spanyol adalah mampu menaikkan jumlah wisatawan dari sebelumnya hanya 4 juta wisatawan mancanegara (wisman) menjadi 11 juta wisman dalam tempo empat tahun. Hal itu dikemukakan oleh Dubes RI untuk Spanyol Dra. Yuli Mumpuni dalam Forum Debriefing yang bertajuk Membangun Kerangka Kemitraan Pembangunan Melalui Pengembangan Kerja Sama Bilateral, Regional dan Multilateral di ruang Perpustakaan Mandiri Fisipol UGM, Senin (12/8).
Menurut Yuli, keberhasilan peningkatan sektor wisata Spanyol tidak lepas dari keberhasilan Walikota Madrid sebelumnya yang mendorong semua sektor memajukan sektor wisata. “Bayangkan gereja digunakan menjadi hotel heritage, arstitektur dan panorama menjadi kekuatan pariwisata di sana,” kata Dubes.
Spanyol, menurut Yuli, menjadikan heritage menjadi tujuan utama para wisatawan yang datang ke negeri matador tersebut. Apalagi, di sana terdapat 45 site yang dilindungi oleh Unesco. “Itu menjadi kekuatan mereka sedangkan di Indonesia hanya ada 6 site yang dilindungi Unesco,” ujarnya.
Tidak hanya itu, Walikota Spanyol sebelumnya berhasil mengajak UMKM untuk berpartisipasi mendorong wisatawan untuk tertarik datang dengan membuat kebijakan membagikan voucher 100 euro kepada wisatawan untuk berbelanja. “Walikota menerapkan shoping tourism, mulai warung kecil sampai besar berpartisipasi. Sudah menjadi kebijakan, semua sektor mendukung,”katanya.
Pihak pemerintah juga betul-betul memperhatikan keinginan wisman dengan menyebar kuesioner terkait masukan dan tanggapan terhadap objek wisata yang sudah dikunjungi sehingga setiap tahun pemerintah mengevaluasi setiap kekurangan dari apa yang sudah dilakukan, “Kebijakan yang mereka buat betul betul customer driven,” ujarnya.
Yang menarik, kata Yuli, pemerintah Spanyol juga bisa mendorong pemerintah provinsi untuk melakukan kreativitas dan inovasi pariwisata masing-masing. Ia mencontohkan ada propinsi di Spanyol yang mengembangkan sektor ekowisata, seperti memetik buah anggur secara langsung dan membuat minuman anggur sendiri. Bahkan, ada yang menawarkan lokasi untuk syuting film Hollywood dengan kondisi alam yang memang menakjubkan dan difasilitasi hotel serta resort. “Kita membayangkan semua provinsi di Indoensia bisa melakukan hal yang sama. Namun, kita tahu semua provinsi saat ini masih bergantung pada pemerintah pusat,” paparnya.
Dalam Forum Debriefing kali ini, Fisipol UGM juga mengundang Dubes RI untuk Sudan, Drs. Burhanuddin, Dubes RI untuk Libya, Raudin Anwar, Dubes RI untuk Afrika Selatan, Drs. Suprapto Martosetomo.
Dubes Burhanuddin mengatakan salah satu persoalan yang dihadapinya selama menjadi Dubes di Sudan adalah menghilangkan pandangan bahwa negara tersebut merupakan negara yang masih diwarnai konflik dan terorisme akibat pemberitaan internasional. Padahal, kondisi di lapangan justru sebalilknya. “Negara tersebut relatif sudah kondusif dan aman,” katanya,
Ia menuturkan ada 2.000 mahasiswa dari Indonesia yang tengah mengenyam pendidikan di Sudan. “Kebanyakan belajar agama. Kita punya TKW lebih dari 700 orang,” katanya.
Adapun yang dilakukan KBRI Sudan, kata Burhanuddin, memberikan perlindungan terhadap WNI yang ada di negara tersebut. Apalagi, kebijakan pemerintah Sudan tidak mensyarakatkan visa bagi pekerja dari luar asal punya rekomendasi dari orang yang dianggap berpengaruh di Sudan. “TKI bisa masuk tidak harus mendapat visa dari kedutaan sehingga yang kita lakukan adalah memberikan perlindungan,” katanya.
Dubes RI untuk Libya, Raudin Anwar, menuturkan ada 500-an WNI yang ada di Libya. Sementara itu, kondisi dalam negeri di Libya pasca revolusi belum juga kondusif, bahkan masih terjadi perang antar suku.”Mengingat kondisi Libya masih sangat berbahaya, sampai saat ini program perlindungan WNI menjadi prioritas KBRI,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)