Dalam kaitannya dengan masalah sosial budaya, persamaan dan perbedaan distribusi nomina dan verba dalam klausa bahasa Jerman dan bahasa Indonesia membawa implikasi terhadap cara bersikap dalam berkomunikasi dengan menggunakan kedua bahasa tersebut. Penutur bahasa Indonesia yang berkomunikasi dalam bahasa Jerman dan penutur bahasa Jerman yang berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dituntut untuk lebih memahami kaidah kedua bahasa dan sekaligus pada saat yang sama juga menuntut adanya sikap toleransi dalam kegiatan komunikasi dengan menggunakan kedua bahasa tersebut.
“Toleransi diperlukan karena adanya kenyataan bahwa dalam tindak komunikasi bahasa selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya. Oleh sebab itu, perbedaan sarana yang digunakan dalam mengungkapkan aspek pragmatic dari kedua bahasa, dalam penelitian ini dipresentasikan dalam persamaan dan perbedaan distribusi nomina dan verba dalam klausa bahasa Jerman dan bahasa Indonesia, merupakan sesuatu yang bersifat niscaya dan hendaknya dapat diterima sebagai suatu bentuk keragaman budaya,†ungkap Pratomo.
Drs Pratomo Widodo MPd dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta menyampaikan hal itu saat melaksanakan ujian terbuka program doktor di Sekolah Pascasarjana UGM, hari Jum’at (10/8). Promovendus mempertahankan desertasi “Distribusi Nomina dan Verba Dalam Klausa Bahasa jerman dan Bahasa Indonesia†dengan bertindak selaku promotor Prof Drs M Ramlan dan ko-promotor Prof Dr Soepomo Poedjosoedarmo serta Dr Birgit Barden.
Dikatakannya, dalam kaitannya dengan pengajaran bahasa, dalam hal ini pengajaran bahasa Jerman bagi penutur bahasa Indonesia dan pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur bahasa Jerman, persamaan dan perbedaan distribusi nomina dan verba dalam klausa antara bahasa Jerman dan bahasa Indonesia dapat berimplikasi pada masalah transfer kaidah bahasa. Transfer tersebut dapat bersifat positif, jika terdapat kesamaan kaidah antara bahasa sumber dan bahasa target. Sebaliknya transfer dapat bersifat negatif jika terdapat perbedaan kaidah antara bahasa sumber dan bahasa target. Untuk itu dalam pengajaran kedua bahasa dituntut untuk memperhatikan hal-hal yang terkait dengan transfer, baik positif maupun yang negatif.
“Adanya persamaan dan terlebih lagi perbedaan dalam distribusi dan wujud nomina dan verba dalam bahasa Jerman dan bahasa Indonesia berimplikasi pada bidang penerjemahan teks dari kedua bahasa tersebut. Kegiatan penerjemahan menuntut penguasaan semantik, pragmatik maupun sintaktik untuk mendapatkan hasil terjemahan yang mendekati pesan pada bahasa sumbernya,†jelas Pratomo.
Setelah mempertahankan desertasinya, pria kelahiran Banyumas 30 september 1961 ini dinyatakan lulus dengan predikat cum laude sekaligus meraih gelar doktor bidang ilmu linguistik dari UGM.
Dalam sarannya, suami Henny Purwati, ayah Tyas Gita Atibrata, Irham Ramadhan dan Iqbal Hanifan diantaranya menyatakan penutur bahasa Indonesia yang berkomunikasi dalam bahasa Jerman dan penutur bahasa Jerman yang berkomunikasi dalam bahasa Indonesia diharapkan meningkatkan pemahaman terhadap kaidah kedua bahasa, khususnya terkait dengan distribusi nomina dan verba dalam klausa bahasa Jerman dan bahasa Indonesia. Disamping itu perlu juga ditingkatkan sikap toleransi, karena persamaan dan perbedaan yang ada dalam kedua bahasa memiliki latar belakang budayanya masing-masing. (Humas UGM)