
Peneguhan penyakit pada anak biasanya muncul dengan tanda dan gejala yang lebih dari satu sehingga tidak dapat ditegakkan dengan diagnosis tunggal. Mengatasi hal tersebut perlu dilakukan pelaksanaan terpadu untuk penanganan anak balita sakit melalui Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Manajemen terpadu ini merupakan standar pelayanan kesehatan kepada anak sakit yang diterapkan di puskesmas yang sudah dikembangkan WHO sejak 1999. Namun, dalam penerapannya belum maksimal salah satu penyebabnya adalah sumber daya manusia tenaga keperawatan yang belum terlatih. Mengatasi kondisi tersebut perlu dilakukan pembelajaran MTBS pada tatanan pre service bagi mahasiswa Diploma III Keperawatan.
Hal itu dikemukan oleh Wirda Hayati, mahasiswa Program Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM, pada ujian terbuka promosi doktor yang berlangsung pada hari Selasa (20/3) di ruang Auditorium FKKMK.
Dalam penelitian disertasinya yang berjudul Model Pembelajaran MTBS dengan Metode Experiental Learning pada Mahasiswa Diploma III Keperawatn Aceh, Wirda mengatakan mahasiswa DIII Keperawatan memerlukan metode pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman belajar berulang-ulang untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap sehingga memiliki kompetensi klinik yang diperlukan di bidang kesehatan. “Salah satu metode pembelajaran tersebut adalah experiental learning, metode ini memberikan pengalaman belajar aktif dan belajar dari pengalaman orang lain,” katanya.
Hasil penelitian yang dilakukkannya melibatkan 92 orang mahasisa Diploma III Keperawatan Aceh dalam menerapkan model pembelajaran MTBS dengan metode experiential learning. Hasilnya menunjukkan adanya peningkatan skor pengetahuan MTBS yang didapat oleh mahasiswa. “Terdapat peningkatan pengetahuan prosedural, sikap, otonomi mahasiswa, keterampilan tata laksana, efikasi diri dan praktik MTBS,” ujarnya.
Adapun praktik MTBS pada mahasiswa tersebut dilakukan selama 7 hari, yaitu 3 hari praktik di puskesmas untuk penanganan balita usia dua bulan hingga lima tahun. Selanjutnya, selama empat hari berada di masyarakat untuk tata laksana manajemen terpadu untuk bayi yang baru lahir hingga yang berumur kurang dari 2 bulan.
Menurutnya, pembelajaran dengan metode studi kasus MTBS dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa calon perawat untuk terbiasa berpikir kritis dan antusias dalam proses pembelajaran. “Metode studi kasus juga memfasilitasi mahasiswa untuk membangun persepsinya tentang lahan praktik di kemudian hari,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)