Yogya, KU
Lembaga Ombudsman Daerah (LOD) Yogyakarta melaporkan banyak terjadi indikasi penyimpangan dalam implementasi program rehabilitasi gempa bumi DIY, terutama dalam pengelolaan administrasi keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan berbagai program.
“Sampai dengan bulan agustus 2007, kita telah menerima pengaduan sebanyak 121 kasus yang tersebar di 4 Kabupaten dan Kota Se-Propinsi DIY,†ungkap Roswati dari Lembaga Ombudsman Daerah, Selasa (14/8) dalam diskusi ‘Transparansi Dana Bantuan Gempa DIY’di Ruang Multi Media FakultasHukum.
Menurut Roswati, beberapa temuan yang diindikasikan penyimpangan diantaranya kesalahan dalam memasukkkan data, adanya temuan baru kategori rusak berat yang tidak terakomodasi dalam POKMAS (Kelompok Masyarakat), adanya manipulasi data level kerusakan yang dikonfirmasi dengan data bangunan yang masih berdiri.
Kecenderungan pengaduan ke Ombudsman, kata Roswati, lebih mengarah pada komplain tergadap pendataan korban gempa bumi dan proses pemotongan dana rekonstruksi.
“Saat kita tanyakan ke RT atau kepala Dukuh daerah pelapor, mereka menjawab sudah dimasukkan dalam daftar tapi sudah dihapus ketika sampai ke atas, namun ketika minta konfirmasi ke jajaran yang lebih atas (Lurah/camat), mereka beralasan bahwa data memang tidak dikrimkan dari bawah,†tegasnya.
Adapun pemotongan jumlah dana bantuan dilakukan oleh oknum perangkat desa dilakukan dengan alasan perbaikan fasilitas umum atau pemotongan dana untuk administrasi anggota Pokmas.
Tidak hanya itu, Roswati sangat menyayangkan tidak adanya koordinasi antar lembaga birokrasi dalam program rehabilitasi dan rekontruksi gempa bumi sehingga berakibat dengan ketidakjelasan pengambil keputusan, aparatur yang terlalu legalistik dan rendahnya keberpihakan pada publik.
Tidak menutup kemungkinan, kata Roswati bahwa banyak daftar penerima dana bantuan dikarenakan dekat dengan aparatur atau perangkat desa. “Ada juga perangkat desa yang memasukkan semua daftar korban penerima bantuan untuk kategori rusak berat, padahal belum tentu masuk kategori tersebut, ini dilakukan untuk menghindari konflik,†imbuhnya.
Sementara Agus Sudibyo, Koordinator Lobi Koalisi untuk kebebasan Informsai mengungkapkan bahwa masyarakat berhak memperoleh transparasi pengelolaan dana publik apalagi proses rekontruksi pasca bencana di DIY menggunakan dana yang sangat besar yang berasal dari berbagai sumber yang sangat beragam baik nasional, internasional, pemerintah dan non pemerintah.
“Seperti pengalaman di Aceh pasca tsunami, beberapa proyek banyak yang salah sasaran, tumpang tidih dan ditolak masyarakat. Bahka adanya saling lempar tanggung jawab dan saling tuduh. Selain itu ditemukan indikasi korupsi, manipulasi dan inefisiensi pengelolaan dana rekonstruksi dan recovery pasca bencana,†jelasnya (Humas UGM)