• Berita
  • Arsip Berita
  • Simaster
  • Webmail
  • Direktori
  • Kabar UGM
  • Suara Bulaksumur
  •  Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
  • Pendidikan
    • Promosi Doktor
    • Pengukuhan Guru Besar
    • Wisuda
  • Prestasi
  • Penelitian dan Inovasi
    • Penelitian
    • PKM
    • Inovasi Teknologi
  • Seputar Kampus
    • Dies Natalis
    • Kerjasama
    • Kegiatan
    • Pengabdian
    • Kabar Fakultas
    • Kuliah Kerja Nyata
  • Liputan
  • Cek Fakta
  • Beranda
  • Liputan/Berita
  • Tenaga Ahli Autisme di Indonesia Masih Terbatas

Tenaga Ahli Autisme di Indonesia Masih Terbatas

  • 02 April 2018, 16:14 WIB
  • Oleh: Ika
  • 7155
Tenaga Ahli Autisme di Indonesia Masih Terbatas

Jumlah penyandang autisme di Indonesia terus mengalami peningkatan, namun jumlah tenaga profesional maupun terapis masih sangat terbatas.

“Kebutuhan akan tenaga ahli autisme cukup  untuk melayani penyandang autisme yang jumlahnya terus meningkat,” kata Psikolog Klinis UGM, Dr. Indria Laksmi Gamayanti, M.Si., Senin (2/4) saat ditemui di Klinik Tumbuh Kembang Anak RS Dr. Sardjito UGM.

Walapun belum ada angka pasti jumlah anak penyandang autisme di Indonesia, namun pemerintah merilis  data jumlah anak penyandang autisme di kisaran 112 ribu  jiwa pada tahun 2010 lalu. Sementara prevalensi autisme meningkat dari 1:1.000 kelahiran di awal tahun 2000 menjadi 1,68:1.000 kelahiran di tahun 2008.

Gamayanti menilai pemerintah sudah terlihat memberikan perhatian terhadap kebutuhan penyandang autisme, salah satunya dengan penyediaan pusat layanan autis. Namun begitu, rasio terapis dan rasio anak penyandang autisme tidak seimbang. Jumlah tenaga ahli yang ada untuk memberikan layanan terapi masih minim untuk melayani jumlah penyandang autisme yang lebih banyak.

“Kebutuhannya cukup besar terutama untuk tenaga ahli terapis dan tenaga pendidik sehingga jumlahnya perlu ditingkatkan lagi,”katanya memperingati Hari Peduli Autisme Sedunia yang jatuh setiap 2 April.

Penyebab autisme, kata dia, hingga saat ini masih belum bisa dipastikan secara persis. Berbagai penelitian terus dilakukan para ahli untuk menemukan berbagai penyebab yang mengakibatkan autisme. Sejumlah faktor seperti paparan polusi, persolanan neurologis, asupan makanan pada ibu hamil yang mengandung polutan, dan tekanan emosi saat kehamilan diduga sebagai pemicu autisme, tetapi para pakar belum menemukan kesimpulan pasti penyebab pasti autisme.

“Penyebab autisme ini multi faktor, tetapi hingga kini belum bisa diambil suatu kesimpulan yang pasti apa yang menjadi penyebab utamanya,” jelas dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM ini.

Gamayanti menyampaikan bahwa autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan dalam neuro developmental disorder.  Gangguan perkembangan yang terjadi meliputi komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku.

“Autisme ini memiliki tiga ciri utama, yakni tidak tertarik berinteraksi dengan lingkungan, kesulitan berkomunikasi, dan menunjukkan perilaku stereotipe atau gerakan berulang seperti flapping hands,” tuturnya.

Selain itu, anak penyandang autis, disebutkan Gamayanti, juga sangat sensitif terhadap suara, sentuhan, rasa, bau, dan pemandangan. Kondisi ini dikenal sebagai gangguan pemrosesan sensoris. Misalnya, mereka terganggu oleh suara keras dan cenderung menutup telinga saat mendengar suara tersebut sehingga tidak akan tahan jika mendengar suara yang keras.

Anak dengan autisme juga memiliki kecenderungan mudah mengalami tantrum atau marah. Hal ini dikarenakan mereka tidak merasa nyaman dengan situasi lingkungan.

“Anak autis mudah terkena tantrum karena mungkin situasi lingkungan yang tidak nyaman karena secara sensori mereka belum bisa menerimanya,” terangnya

Meskipun penyebab autisme belum diketahui secara pasti, Gamayanti mengatakan deteksi dan penanganan sejak dini akan membantu perbaikan perkembangan anak penyandang autis.  Deteksi dini autisme bisa dilakukan oleh orang tua dengan melihat dan memantau tumbuh kembang anak sejak kecil.

Biasanya orang tua bisa sangat merasa saat anak dalam proses yang seharusnya bisa bicara. Namun, deteksi dini bisa dilakukan sejak usia 3-4 bulan dengan melihat ketertarikan interaksi dengan lingkungan.

“Pada beberapa kasus ditemukan perkembangan penyandang autis seakan normal hingga usia 2 tahun lalu mengalami penurunan sesudahnya,” katanya.

Oleh sebab itu, Gamayanti menekankan pentingnya bagi orang tua untuk selalu rutin memeriksakan kesehatan dan tumbuh kembang anak di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan yang ada, seperti posyandu dan puskesmas, maupun dokter. Apabila hal ini dilakukan secara rutin maka autisme bisa dikenali sejak dini dan anak bisa segera dirujuk ke pusat rujukan tumbuh kembang anak untuk dilakukan penegakan diagnosis sehingga bisa mendapatkan intervensi sejak awal.

“Yang utama adalah terapi sensori dan perilaku, sedangkan obat hanya diberikan dalam kondisi tertentu misalnya anak hiperaktif ataupun sulit didekati,” katanya.

Mempunyai anak dengan autisme menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua.  Mengetahui anaknya mengalami gangguan perkembangan dapat membuat orang tua sulit menerima hal tersebut. Namun, orang tua perlu segera menyesuaikan diri dan perasaannya dengan kondisi anak.

“Harus ada penerimaan dari orang tua terhadap kondisi anak dan mendukung kehidupannya. Meminimalkan kendala yang ada dan mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki anak,”tegasnya. (Humas UGM/Ika)

  

 

Berita Terkait

  • Lampu Edukatif Berbasis Sensor Suara bagi Penderita Autisme

    Monday,16 July 2018 - 15:11
  • Pasar Kerja Membutuhkan 20 Juta Lulusan Vokasi

    Wednesday,20 November 2013 - 13:28
  • Seminar PAUD-Inklusi: ”Tumbuh Kembang Anak dalam Indahnya Keberagaman”

    Wednesday,10 June 2009 - 16:13
  • Daerah Terpencil dan Perbatasan Masih Kekurangan Tenaga Kesehatan

    Thursday,15 December 2011 - 7:29
  • Kenali Gejala Austis Pada Anak Sejak Dini

    Thursday,08 August 2019 - 15:01

Rilis Berita

  • Fakultas Geografi UGM Dampingi Penyusunan Rencana Strategis Kabupaten Sukamara Kalteng 02 February 2023
    Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) menye
    Humas UGM
  • Pakar UGM: Lansia dan Warga Miskin DIY Perlu Mendapat Pemberdayaan dan Pendampingan Sosial 02 February 2023
    Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, berencana memberikan ban
    Gusti
  • Kembali ke Kampus, UGM Harap Geliat Wisata Religi Tanara Serang Terus Menguat 02 February 2023
    Tim mahasiswa Kuliah Kerja Nyata-Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) Unit Serang, Bant
    Ika
  • 2023 Asian Conference on Fish Models for Disease Berakhir, Herman Spaink Ungkap Harapannya agar Penelitian Tetap Berkelanjutan 02 February 2023
    Perkembangan bidang studi biologi menjadi kontributor besar bagi dunia kesehatan, khususnya dalam
    Satria
  • SDG's Series #85: Strategi Pencapaian Pembangunan Berkelanjutan Melalui Perencanaan Pembangunan Daerah 02 February 2023
    Departemen Geografi Pembangunan, Fakultas Geografi, UGM telah menyelenggarakan Sustainable Develo
    Satria

Agenda

  • 07Feb Dies Natalis Fakultas Hukum UGM...
  • 02Jul Dies Natalis MM UGM...
Universitas Gadjah Mada
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Bulaksumur Yogyakarta 55281
   info@ugm.ac.id
   +62 (274) 6492599
   +62 (274) 565223
   +62 811 2869 988

Kerja Sama

  • Kerja Sama Dalam Negeri
  • Alumni
  • Urusan Internasional

TENTANG UGM

  • Sambutan Rektor
  • Sejarah
  • Visi dan Misi
  • Pimpinan Universitas
  • Manajemen

MENGUNJUNGI UGM

  • Peta Kampus
  • Agenda

PENDAFTARAN

  • Sarjana
  • Pascasarjana
  • Diploma
  • Profesi
  • Internasional

© 2023 Universitas Gadjah Mada

Aturan PenggunaanKontakPanduan Identitas Visual