Yogya, KU
Anak-anak sekolah dasar umur 7-12 tahun di daerah perkotaan DIY memiliki risiko lebih tinggi menderita myopia dibanding anak-anak sekolah dasar di daerah pedesaan. Demikian hasil penelitian yang dilakukan selama 6 bulan oleh Bagian Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (FK UGM) yang bekerjasama dengan RSP Dr Sardjito.
“ Rata-rata pertambahan nilai minus pada anak sekolah daerah perkotaan sebesar minus 0,83 dioptri dan pertambahan nilai minus pada anak sekolah dasar daerah pedesaan sebesar 0,61 dioptri,†ungkap dokter spesialis mata UGM Prof. dr. Suhardjo, SU, Sp.M(K), selasa (13/11) di Bagian Poliklinik Mata RSP Sardjito.
Menurut Suhardjo, perbedaan pertambahan myopia ini lebih disebabkan perbedaan aktivitas melihat dekat anak daerah perkotaan dan Perkotaan. “Aktivitas belajar pada anak di kota 2,19 jam per hari dan anak di desa 1,39 jam per hari. Hal ini terkait kegiatan mereka melihat televisi, komputer dan video game,†jelasnya.
Selain itu, Suhardjo juga mengemukakan jika jumlah penderita kebutaan akibat katarak di DIY saat ini berkisar 45 ribu orang atau 1,5 persen dari total jumlah penduduk DIY.
“Kebanyakan penderita terjadi pada orang usia lanjut yang banyak menderita katarak, hal ini wajar karena angka harapan hidup di DIY cukup tinggi, padahal semakin panjang umur seseorang maka risiko terkena penyakit katarak akan semakin besar,†tuturnya.
Sementara itu, Kepala Bagian Mata FK UGM dr. Agus Supartoto, Sp.M(K) mengungkapkan, pihaknya secara gencar melakukan program deteksi dini dan pengobatan pada beberapa kelainan penyakit mata seperti glaukoma, pterigium (pertumbuhan selaput mata ) dan kelainan kaca mata di beberapa kecamatan di Yogyakarta.
“Sedangkan khusus untuk pemberantasan buta katarak telah dilakukan program operasi katarak gratis tiap bulan di RSP DR Sardjito,†ujarnya.
Program rutin operasi katarak ini, tambah Agus hanya melakukan operasi maksimal 10 orang penderita katarak tiap bulannya.(Humas UGM)