Novi Widyaningrum, SIP., MA, penelitui Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, mengatakan dalam menghadapi daya saing, Indonesia saat ini masih menghadapi kendala kapasitas sumber daya manusia. Kapasitas sumber daya manusia Indonesia dinilai lemah dari aspek pendidikan dan kesehatan.
Sementara daya saing lebih besar terlihat pada peluang ekonomi. Hal tersebut merujuk ketersediaan lebih besar pada infrastruktur, market size, bussiness sophistication, innovation, market economic environment.
“Jadi, ada di aspek-aspek ekonomi yang sudah diintervensi. Dari literatur bacaan maka infrastruktur, pendidikan dan kesehatan di Indonesia sebenarnya kalah 100 tahun dari negara-negara maju,” ujarnya di Auditorium Agus Dwiyanto, Gedung Masri Singarimbun, PSKK UGM, Kamis (26/4) pada Seminar Kontribusi Akademisi Dalam Pembangunan Berwawasan Kependudukan.
Soal daya saing, Novi mengakui memang ada kenaikan ranking di tahun 2017/ 2018 dari ranking 41 naik ranking 36. Meski begitu, jika dibandingkan dengan negara-negara sekitar, terutama Asean, posisi Indonesia masih jauh dari harapan.
Data Global Competitiveness Index (GCI) tahun 2017/ 2018 menyebutkan Thailand menempati ranking 32. Sedangkan Malaysia menempati pada posisi 23 dari 136 negara.
“Kita sudah tidak bisa mengelak lagi bahwa paling tinggi di Asean adalah Singapura, indeks daya saingnya di posisi 3 pada tahun 2017/ 2018,” katanya.
Menurut Novi, Indonesia bisa membus hingga ranking 36 karena faktor-faktor infrastruktur. Menurutnya, ada tiga pilar yang meningkat secara signifikan, yaitu infrastruktur, efisiensi birokrasi dan korupsi.
“Tetapi dari aspek sumber daya manusia, ternyata di Indonesia masih lemah sekali, masih ranking 94. Ini mestinya yang menjadi poin pemerintah untuk memacu sumber daya manusia,” tuturnya. (Humas UGM/ Agung)