Tim Ugrasena, Gadjah Mada Aerospace Team (GMAT), Universitas Gadjah Mada sukses membawa pulang medali emas dalam ajang Indonesian International Invention Festival (I3F) 2018. Lebih dari 70 tim dari berbagai instansi dan perguruan tinggi di Indonesia terlibat dalam perlombaan ini dengan membawa berbagai protoype inovasi yang dibuat. Berlangsung di Kota Malang pada 19-20 April 2018, Tim Ugrasena, GMAT sukses menjadi yang terbaik dalam kategori Teknologi.
Kesuksesan Tim Ugreasena UGM meraih medali emas tidak lain berkat inovasi produk wahana terbang berupa UAV (Unmanned Aaerial Vehicle). Pembimbing Tim Ugrasena, Catur Atmaji, S.Si, M.Cs., menjelaskan ada beberapa inovasi yang diciptakan pada pesawat tanpa awak ini. Catur menjelaskan salah satu inovasi tersebut terletak pada penerbangan tiga UAV sekaligus dengan hanya satu pengendali jarak jauh saja. Konsep inovasi yang dinamai Ugrasena Flight Group ini membuat tiga pesawat UAV dapat dikendalikan satu orang sekaligus dengan rute terbang yang telah ditentukan.
Lebih lanjut Catur menjelaskan teknologi UAV Flight Group memiliki basis sistem komunikasi yang berbeda dari UAV pada umumnya. Satu pesawat UAV akan menjadi master sistem dari dua pesawat lainnya. Dua pesawat lainnya akan dikendalikan secara otomatis sesuai rute dan target yang ingin dituju oleh seorang pengendali. Ia menambahkan masalah yang dihadapi saat ini adalah minimnya jumlah pengendali UAV yang ada. Pasalnya, perlu keterampilan khusus untuk mengendalikan sebuah UAV sehingga tidak banyak orang yang memiliki keahlian tersebut.
“Melalui teknologi Ugrasena Flight Group ini satu orang pengendali dapat menggerakan tiga pesawat UAV sekaligus lewat satu kontrol sehingga minimnya jumlah pengendali UAV dapat diatasi,” jelas Catur, Kamis (26/4).
Giodeliva Kintan (Elins 2016), salah satu anggota tim, menyebutkan melalui penerbangan tiga pesawat sekaligus ada beberapa kelebihan yang dimiliki Ugrasena Flight Group. Salah satu kelebihan yang dimaksud Kintan adalah pesawat karya timnya tersebut mampu menjangkau tempat yang jangkauannya luas secara bersamaan. Masing-masing pesawat dapat berpencar dan mengirim komunikasi dari area yang diawasi.
“Jangkauannya yang luas membuat Ugrasena Flight Group ini sangat cocok untuk misi kebencanaan dan kedaruratan,” tutur Kintan.
Berfokus sebagai solusi pertolongan pertama terhadap evakuasi pada daerah dengan medan yang sulit dijangkau, Ugrasena Flight Group juga mampu membawa beban barang dalam pesawatnya dengan maksimal berat tiga kilo. “Kemampuan tersebut dapat digunakan untuk mengirim P3K lebih cepat untuk menangani kejadiaan kedaruratan seperti pendaki yang hilang di hutan,” terang Kintan.
Berbagai inovasi teknologi yang dikembangkan Tim Ugrasena melalui Ugrasena Flight Group tak pelak membuat karya tersebut menjadi juara di I3F 2018. Meski demikian, anggota tim lainnya, Ray Saputra (Teknik Mesin 2018) mengatakan hasil tersebut tidak diperoleh dengan mudah. Pembuatannya yang dilakukan empat divisi yang berbeda menuntut kerja sama dan koordinasi yang ketat untuk menyelesaikan Ugrasena Flight Group.
“Memakan waktu kurang lebih dua bulan hasil kerja Tim Ugrasena akhirnya meraih hasil yang maksimal dalam I3F 2018. Harapannya nanti Ugrasena Flight Group dapat terus dikembangkan sehingga tetap dapat memberikan manfaat,” pungkas Ray. (Humas UGM/Catur;foto:Ugrasena)