
Profesi dokter hewan atau veteriner umumnya dikenal sebagai orang yang berperan dalam mencegah hewan agar tidak terinfeksi penyakit dan mampu menanggulangi penyakit melalui terapi, eradikasi, dan lain-lain. Namun, tidak hanya itu, profesi ini juga memegang peranan penting dalam menjamin keamanan bahan pangan hewani yang dikonsumsi oleh masyarakat.
“Peran dokter hewan sangat penting dalam kehidupan manusia karena dokter hewan berkontribusi dalam bidang-bidang yang krusial, seperti keamanan bahan pangan asal hewan, penanggulangan penyakit-penyakit menular zoonotik dan non-zoonotik, pengembangan dan penelitian untuk kedokteran perbandingan, dan lain-lain,” ucap Dekan Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Prof. Dr. Drh. Siti Isrina Oktavia Salasia, pada Jumat (27/4).
Kewajiban dokter hewan, jelasnya, meliputi penyediaan pangan asal ternak yang Aman-Sehat-Utuh-Halal (halalan thayyiban). Dokter hewan, menurutnya, harus mampu menjadi Polisi Veteriner dalam pengadaan pangan tersebut dari hulu sampai hilir, bahkan sampai ke meja makan konsumen. Pengawasan pengadaan pangan oleh dokter hewan harus dilaksanakan sejak pengadaan ternak.
“Hal ini penting karena daging yang dimakan rakyat Indonesia khususnya yang impor ilegal kemungkinan tidak halal. Bahkan, yang dipotong secara Islam atau halal kemungkinan juga tidak thayyib apabila mengandung penyakit hewan menular (PHM) zoonosis, zat-zat kimia berbahaya, hormon, maupun residu antibiotika,” imbuhnya.
Pesan ini ia sampaikan menjelang momen peringatan Hari Kedokteran Hewan Sedunia yang tahun ini jatuh pada Sabtu, 28 April, dengan mengambil tema “The Role of the Veterinary Profession in Sustainable Development to Improve Livelihoods, Food Security and Safety”. Peringatan hari ini di seluruh dunia diisi oleh beragam aktivitas, di antaranya seminar, workshop, dan serangkaian kegiatan lainnya dengan tujuan memberikan informasi kepada masyarakat mengenai peran penting dokter hewan dalam berbagai aspek di kehidupan.
Tantangan dan peluang bagi dokter hewan, jelas Siti, adalah kesiapan profesi dokter hewan pada posisi yang strategis di dalam negeri dan sebagai pengambil puncak kebijakan strategis. Ia menambahkan dokter hewan harus mampu bertindak sebagai agent of change, mampu memahami legislasi veteriner dengan baik, serta mampu mengangkat eksistensi profesi dokter hewan dalam kancah global. Selain itu, juga menempatkan peran asosiasi profesi di lapangan tidak hanya fokus pada ternak tapi juga dalam menangani pet animal, termasuk di antaranya pemahamaan dalam pencegahan dan penanganan rabies.
Selain itu, insan profesional dalam bidang veteriner juga harus ikut berperan dalam menjaga keamanan pangan dari permasalahan resistensi antibiotik yang telah menyita perhatian para pemangku kepentingan di berbagai belahan dunia dalam dekade terakhir.
“Sebagai dokter hewan harus dapat mengambil bagian dalam upaya pengendalian AMR di Indonesia. Pemahaman tentang pencegahan AMR ini akan menjaga kelestarian dan kesehatan baik hewan maupun manusia,” imbuh Siti. (Humas UGM/Gloria)