Pengelola pendidikan kedokteran yang tergabung dalam Badan Pendidikan Kedokteran untuk Regional Asia Tenggara dan Mediterania Timur membahas upaya peningkatan kualitas tenaga dokter dan tenaga kesehatan yang dihasilkan perguruan tinggi melalui peningkatan peran lembaga akreditasi yang diawasi oleh Word Federation for Medical Education (WFME). Hal itu mengemuka dalam konferensi internasional 5TH Searame The South East Asia Regiobal Associatiob of Medical Education (SEARAME) di Hotel Sheraton Yogyakarta, 7-8 Mei.
Konferensi yang diprakarsai oleh Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM ini selain diikuti peserta dari Indonesia, sebanyak 22 orang pembicara berasal dari perwakilan badan pendidikan kedokteran wilayah Eropa, Asia Pasifik, Afrika dan Amerika Utara dan Selatan, Asia Tenggara dan Mediterania Timur. Sementara 30 peserta pengelola pendidikan kedokteran dari Malaysia, Bangladesh, India, Srilangka, Yunani, Myanmar, dan Timor Leste.
President SEARAME Indonesia, Titi Savitri PhD., kepada wartawan mengatakan anggota badan pendidikan kedokteran dari setiap regional sepakat untuk meningkatkan kualitas pendidikan profesi kesehatan. Menurutnya, setiap negara memiliki lembaga akreditasi yang terpisah dari negara yang pengawasannya dilakukan oleh WFME.
Ia menyampaikan WFME memiliki program rekognisi dan akan melakukan penilaian setiap lembaga akreditasi yang melakukan penilaian terhadap institusi pendidikan kedokteran. “Hal itu dilakukan untuk memperkuat lembaga akreditasi di setiap negara,” katanya.
Upaya memperkuat lembaga akreditasi non pemerintah ini akan mendorong semakin baiknya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran untuk pendidikan dokter dan tenaga kesehatan sesuai dengan standar yang diharapkan. “Kita ingin memperkuat jaminan lulusan dokternya dan mutu pendidikan sesuai dengan standar yang ditentukan sehingga lulusan yang dihasilkan lebih kompeten,” katanya.
Di Indonesia, kata Titi, sudah ada lembaga akreditasi yang bernama Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Indonesia yang terbentuk sejak 2014 lalu. Lembaga tersebut terus diperkuat untuk meningkatkan proses penilaian akreditasi di perguruan tinggi yang menyelenggarakan profesi pendidikan dokter dan tenaga kesehatan. “Apa yang dilakukan di Indonesia ini akan menjadi model di tempat lain. Yang sudah memiliki lembaga sejenis adalah Thailand, India dan Bangladesh juga sudah punya, namun belum dimulai,”kata dosen FKKMK UGM ini.
Soal jumlah tenaga dokter di beberapa negara yang masih kekurangan, David Gordon menilai hal itu dialami banyak negara. Namun, ada juga negara yang mengalami kelebihan tenaga dokter, namun kompetensinya dianggap belum berkualitas, “Ada negara Amerika yang kelebihan, namun kualitas kesehatan masyarakat tidak sebagus di tempat lain,” imbuhnya.
Titi menilai jumlah dokter yang ada Indonesia saat ini sudah lebih dari cukup jika dilihat dari jumlah lulusan dokter yang dihasilkan pendidikan tinggi setiap tahunnya, namun tingkat persebarannya saja yang belum merata. “Distribusi kurang merata, banyak menumpuk di kota-kota besar, tapi di luar Jawa dan daerah terpencil masih kekurangan dokter. Ada sekitar 1.700 puskesmas tidak ada dokternya,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)