Terkait dengan merebaknya kembali aksi terorisme yang terjadi di Mako Brimob, beberapa gereja di Surabaya, dan tempat-tempat lain yang telah menimbulkan korban jiwa, korban luka-luka, berbagai kerusakan, dan trauma di masyarakat, Universitas Gadjah Mada menyampaikan Sembilan Sikap yang di antaranya berisi kecaman terhadap segala bentuk aksi terorisme yang mengancam NKRI.
“UGM menyatakan bela sungkawa yang sedalam-dalamnya kepada para korban aksi terorisme beserta keluarga yang ditinggalkan. Kami juga mengecam segala bentuk aksi terorisme oleh pihak mana pun yang berusaha merusak NKRI dan menghancurkan peradaban,” ucap Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., dalam jumpa pers yang digelar Minggu (14/5) di Hotel University Club UGM.
Panut menambahkan UGM mendukung penuh aparat keamanan untuk segera menangkap dan mengadili para pelaku yang bertanggung jawab atas peristiwa ini, serta untuk secara terstruktur melakukan tindakan deradikalisasi dan mencegah munculnya radikalisme di waktu yang akan datang.
“Kami mendorong pemerintah untuk mengembangkan sistem pendidikan di setiap jenjang yang mengedepankan nilai-nilai toleransi, keberagaman, dan komitmen ke-Indonesia-an,” imbuhnya.
Selain itu, UGM pun mendukung segala usaha untuk menegakkan empat konsensus dasar kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu Pancasila, UUD NRI 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI, serta mengajak segenap komponen bangsa untuk bersatu padu melawan aksi terorisme, radikalisme, dan intoleransi.
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam kesempatan ini UGM kembali menegaskan komitmen untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan akademik maupun non-akademik yang memperkuat nilai-nilai pluralisme dan kebangsaan, juga melarang segala bentuk kegiatan di lingkungan UGM yang memberi peluang bagi tumbuhnya paham dan gerakan radikal serta hal-hal yang bertentangan dengan konstitusi.
Dekan Fakultas Hukum UGM, Prof. Dr. Sigit Riyanto, S.H., LL.M., menambahkan tindakan terorisme baik sebagai cara maupun tujuan merupakan tindakan yang tidak bisa dibenarkan dengan alasan apa pun. Untuk itu, masyarakat perlu dibawa untuk kembali melihat pada jati diri bangsa yang menjadi faktor pemersatu.
“Perlu ada tindakan-tindakan persuasif, intinya kita sama-sama kembali pada jati diri bangsa, kembali pada nilai kebinekaan. Ini yang terpenting,” tuturnya.
Bagi mahasiswa sendiri, semangat kebinekaan bisa ditumbuhkan salah satunya melalui diskusi di antara mahasiswa yang memiliki latar belakang pemikiran yang berbeda. Diskusi ini, menurut Dekan Falultas Pertanian, Dr. Jamhari, S.P., M.P., dapat menumbuhkan sikap saling memahami dan menghilangkan benih-benih radikalisme.
“Benih-benih radikalisme seharusnya mulai dicegah sejak dari pendidikan dasar. Kalau di perguruan tinggi sendiri yang bisa kita lakukan adalah meningkatkan diskusi dari berbagai perspektif supaya kita bisa saling memahami,” ujar Jamhari.
Selain mengupayakan berbagai tindakan pencegahan, Dekan FISIPOL, Dr. Erwan Agus Purwanto, M. Si., menambahkan pemerintah juga memiliki agenda untuk segera menyelesaikan rancangan undang-undang anti-terorisme. Undang-undang ini, ujarnya, merupakan payung hukum yang diperlukan agar para aparat keamanan dapat menangani aksi terorisme, juga melakukan upaya deradikalisasi, dengan lebih baik.
“Saya kira PR besar hari ini adalah bahwa masih terjadi fragmentasi dalam penanganan terorisme karena undang-undang yang mengatur siapa yang terlibat dalam upaya pencegahan ini belum selesai dengan baik,” katanya. (Humas UGM/Gloria)