Insinyur Indonesia diharapkan dapat secara kreatif dan inovatif menciptakan nilai tambah dalam meningkatkan daya saing bangsa.
“Insinyur diharapkan dapat berkontribusi dalam meningkatkan daya saing global berbasis IPTEK,” kata Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Dr. Ir. A. Hermanto Dardak, MSc. IPU, yang sambutannya dibacakan oleh Direktur Eksekutif PII, Ir. Rudianto Handojo, PPM., saat pelantikan 51 insinyur baru Prodi Profesi Insinyur UGM periode II Tahun 2018 di Balai Senat UGM, Selasa (15/5).
Insinyur dituntut terus berinovasi untuk mempercepat pembangunan dengan mengedepankan aspek keselamatan dan keamanan serta keberlanjutan lingkungan. Disamping itu, juga terus memutakhirkan pengetahuan dan belajar sehingga memiliki kompetensi internasional agar mampu bersaing dengan insinyur dari negara-negara lain.
PII, kata dia, siap bekerja sama dalam memfasilitasi pengembangan insinyur profesional di Indonesia. Salah satunya dengan mendorong pendidikan sertifikasi insinyur bersama dengan perguruan tinggi, termasuk UGM.
Melalui program pendidikan profesi insinyur ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah insinyur profesional di Indonesia. Pasalnya, hingga kini Indonesia masih kekurangan insinyur dalam jumlah besar.
“Porsi lulusan bidang keinsinyuran di Indonesia hanya sekitar 14%. Jumlah tersebut terbilang rendah dibandingkan dengan porsi lulusan insinyur di Korea yang mencapai 38 %, China sebesar 33%, dan Malaysia di angka sekitar 25 %,” paparnya.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran, dan Kemahasiswaan UGM, Prof. Dr. Ir. Djagal Wiseso Marseno, M.Agr., menyampaikan UGM memiliki komitmen untuk mengembangkan program profesi insinyur selain mengembangkan jalur pendidikan akademik dan vokasional. Bahkan, prodi profesi insinyur ini telah menjadi salah satu prodi profesi unggulan yang ada di UGM.
Adanya prodi profesi insinyur ini diharapkan mampu meningkatkan jumlah insinyur di Indonesia. Djagal menyebutkan Indonesia saat ini hanya mampu menghasilkan 100 ribu insinyur setiap tahunnya. Jumlah tersebut jauh tertinggal apabila dibandingkan dengan China yang menghasilkan 1,5 juta insinyur dan India mencetak 1,2 juta insinyur setiap tahunnya.
“Ada korelasi erat antara profesi dengan majunya bangsa. Secara statistik China bisa maju salah satunya karena profesionalisme,” jelasnya.
Djagal menuturkan Indonesia dan China memiliki kondisi perekonomian yang setara di tahun 70-an. Namun, saat ini China telah menjadi negara dengan perkembangan perekonomian yang tinggi.
“Indonesia sebagai bangsa yang kaya akan sumber daya alamnya sampai saat ini belum mampu menyamai China. Hal ini terjadi karena Indonesia belum mampu mengubah potensi menjadi aset dan menjadikan aset sebagai kapital dengan sentuhan profesionalisme,” urainya.
Oleh sebab itu, dia berharap para insinyur profesional dapat menunjukkan kontribusi yang lebih besar untuk meningkatkan daya saing bangsa.
Dalam acara pelantikan periode ini diikuti sebanyak 51 insinyur meliputi 26 insinyur dari Fakultas Teknik dan 25 insinyur dari Fakultas Peternakan. Pelantikan ditandai dengan penyerahan sertifikat secara simbolis dan penyematan helm oleh Wakil Rektor UGM dan Direktur Eksekutif PII. (Humas UGM/Ika; foto:Firsto)