Pembuatan undang-undang yang dilakukan pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menetapkan beberapa peraturan perundang-undangan yang memuat sistem straf minimum rules (aturan hukum minimal). Sistem pidana minimum memberi batasan terhadap kebebasan yang dimiliki hakim dalam menjatuhkan putusan. Apabila dikaitkan antara asas kebebasan hakim dengan penjatuhan pidana, seorang hakim memiliki asas kekuasaan yang bebas dalam menjatuhkan pidana terhadap seorang terdakwa. Akan tetapi, putusan berupa pemidanaan di bawah umur minimum dari ancaman pidana yang telah diatur dan ditetapkan dalam undang-undang akan menimbulkan kontroversi atau pun perdebatan.
Topik aturan hukum minimal kaitannya dengan asas kebebasan hakim ini yang kemudian diteliti Supandriyo, S.H., M.H. Disertasinya yang berjudul “Asas Kebebasan Hakim dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Tindak Pidana Dengan Ancaman Minimum khusus” mengantarkan Hakim Pengadilan Negeri Magelang itu memperoleh gelar Doktor Ilmu Hukum dari Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada. Ia meraih gelar doktor setelah dinyatakan lulus dalam ujian terbuka yang diselenggarakan pada Senin (4/6) di Ruang Seminar Timur, FISIPOL UGM.
Menurut Supandriyo membatasi kebebasan hakim dalam mengekspresikan logika-logika hukum terhadap setiap kasus tertentu pada akhirnya hanya akan menghambat upaya proses pencarian nilai-nilai keadilan yang sebenarnya. Meski menurut Supandriyo kebebasan tersebut bukan berarti sebebas-bebasnya tanpa disertai dengan tanggung jawab secara yuridis. Oleh karena itu, Supandriyo melakukan penelitiannya untuk memahami dan menganalisis interpretasi serta pemaknaan hakim tentang asas kebebasan hakim dalam penjatuhan pidana terhadap tindak pidana yang memuat ancaman pidana minimum khusus.
Berdasarkan hasil penelitiannya yang dilakukan terhadap beberapa responden yang merupakan hakim tingkat pertama di wilayah hukum Pengadilan Tinggi Yogyakarta, Pengadilan Tinggi Jawa Tengah, Pengadilan Tinggi Jawa Timur, dan Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan memunculkan beberapa kesimpulan. Hasil penelitian Supandiyo menyimpulkan bahwa intrepetasi hakim tentang penerapan asas kebebasan hakim di dalam melakukan penjatuhan pidana terhadap tindak pidana yang memuat ancaman minimum khusus sangat dipengaruhi oleh paradigma hakim dalam memahami hukum dari dimensi ontologi, aksiologis maupun epistimologi.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa intrepetasi hakim terbagi dalam dua arus pandangan besar. Pertama, sebagian besar hakim menafsirkan bahwa asas kebebasan hakim dalam melakukan penjatuhan pidana terhadap tindak pidana dengan ancaman minimum khusus tetap harus berpedoman pada ketentuan pidana minimum khusus dan dan tidak boleh menyimpang dari pedoman tersebut. Kedua, sebagian hakim menafsirkan bahwa asas kebebasan hakim dalam penjatuhan pidana pada tindak pidana dengan ancaman minimum khusus tidak boleh dibaca dan ditafsirkan secara kaku.
“Dengan demikian penjatuhan putusan pemidaan kepada seorang terdakwa hakim harus mendasarkan pada bobot kesalahannya dan tidak terikat dengan ketentuan pidana minimum khusus karena acuan tertinggi hakim adalah nilai keadilan,”tegasnya. (Humas UGM/Catur)