Sebagai pelaku sejarah pengembangan rawa di Indonesia, atas nama Universitas Gadjah Mada menyampaikan rasa bangga atas karya Prof Ir Hardjoso Prodjopangarso dalam kiprahnya mengembangkan potensi rawa dengan cara memanfaatkan teknologi tradisional. Semoga karyanya akan terus bermanfaat bagi nusa dan bangsa dan menjadi sumber inspirasi bagi generasi penerus.
Demikian ungkapan penghargaan yang disampaikan Rektor UGM Prof.Dr. Sofian Effendi kepada Prof.Ir Hardjoso Prodjopangarso (pesiunan Guru Besar Teknik Sipil UGM), atas sumbangsih selama ini dalam mengembangkan rawa nasional dalam membantu keberhasilan Indonesia mencapai swasembada pangan di masa lalu.
“Pengelolaan rawa untuk ketahan pangan nasional, sangat relevan bagi kepentingan nasional. Selama ini kita agak salah dalam memandang masalah pangan dan hanya melihat dari sudut swasembada pangan, kita mencoba untuk menghasilkan pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia tapi tidak pernah melihat hubungan pangan, energi, perdagangan dan hubungan luar negeri sebagai bagian dari pertahanan dan ketahanan nasional,†ujar sofian dalam menyampaikan pembukaan acara Seminar Nasional ‘Pengelolaan Rawa untuk Menunjang Ketahanan Pangan Nasional’, Sabtu (12/5) di Balai senat UGM
Bersamaan dengan acara seminar ini pula dilakukan juga acara serah terima Bantuan Gedung Pusat Informasi Rawa Nasional yang dilakukan oleh Menteri PU oleh Ir Djoko Kirmanto kepada Rektor UGM Prof Sofian Effendi yang nantinya dikelola oleh Prof.Ir Hardjoso Prodjopangarso. Turut hadir menyaksikan, Menteri Pertanian Dr. Ir Anton Apriantono MS, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno, Prof Ir Hardjoso Prodjopangarso, dan Dr Ir suyono Sosrodarsono.
Kata Sofian, Ketahanan pangan nasional merupakan modal besar bagi suatu bangsa untuk menstabilkan proses pembangunannya karena berkaitan langsung dengan eksistensi kehidupan rakyat. Rentannya kondisi ketahanan pangan akhir-akhir ini, telah memperlambat proses pembangunan nasional.
Lebih lanjut, Sofian sedikit mengkritisi kebijakan Pemerintah yang selama ini dinilainya selalu melihat masalah pangan dari kacamata perdagangan saja. “Bagaimana kita mungkin bisa mempertahankan kedaulatan bangsa ini jika harus impor beras 3 juta ton tiap tahun dari luar, maka dengan mudah kita dimain-mainkan oleh Negara lain,†tandasnya.
Sedangkan Menteri PU, Dr (HC) Ir Djoko Kirmanto mengungkapkan potensi pengembangan rawa untuk ketahanan pangan masih cukup besar. Menurutnya, luas lahan rawa di Indonesia mencakup kurang lebih 33, 4 juta hektar, terdiri dari rawa pasang surut yang meliputi 60 persen dari seluruh luasan rawa. Tersebar di sepanjang pantai pulau Sumatera 9,37 juta hektar, Kalimantan 11,71 juta hektar, Sulawesi 1,79 juta hektar dan Papua 10,52 juta hektar.
“Pengembangan rawa, baru dikelola seluas 4,4 juta hektar baik oleh masyarakat secara tradisional 2,4 juta hektar, Pemerintah 1,8 juta hektar dan pihak swasta 200 ribu hektar. Ditinjau dari pemanfaatkan lahan rawa reklamasi untuk tanaman pangan selama ini hanya 954.114 hektar,†kata Djoko.
Djoko menambahkan, letak geografis rawa sungguh merupakan asset strategis yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan tata ruang nasional dan wawasan Nusantara, di samping potensinya dalam mendukung budidaya agraris.
“Adanya tuntutan perkembangan zaman, maka visi pengembangan rawa sebagai asset nasional perlu ditetapkan secara tepat dan operasional pengembangan agar disesuaikan dengan potensi masing-masing daerah,†jelasnya.
Sementara Prof.Ir Hardjoso Prodjopangarso mengungkapkan bahwa tidak ada lahan rawa yag tidak bisa diubah menjadi lahan untuk penanaman padi. (Humas UGM)