Laura Aurelia Dinda Sekar Devanti, Mahasiswa Fakultas Psikologi UGM, kembali menorehkan prestasi di kancah internasional dengan meraih 4 medali dari World Para Swiming Championship di Berlin pada 7-10 Juni 2018.
Gadis muda ini berhasil menyabet 2 medali emas dari nomor 50 meter gaya kupu-kupu putri dengan catatan waktu 44,84 detik dan 50 meter gaya punggung putri dengan waktu 42,81 detik. Selain itu, juga meraih 1 medali perak dari nomor 50 meter gaya bebas putri dengan waktu 40,08 detik dan 1 medali perunggu dari nomor 200 meter gaya bebas putri dengan waktu 3 menit 02,71 detik.
World Para Swiming Chamionship merupakan kompetisi renang tahunan bagi atlet difabel di seluruh dunia. Diikuti lebih dari 500 atlet yang berasal dari 50 negara dari berbagai belahan dunia.
Laura merupakan salah satu atlet renang difabel Indonesia yang berhasil menyumbangkan prestasi dalam ajang bergengsi dunia ini. Dalam kompetisi ini Indonesia menurunkan 9 atlet dan berhasil mengumpulkan medali sebanyak 3 emas, 6 perak, serta 5 perunggu.
“Bangga bisa mengukir prestasi yang bisa mengharumkan nama Indonesia di tingkat dunia,” katanya saat dihubungi, Senin (25/6) masih berada di training camp Pelatnas Difabel di Solo untuk menjalani pelatihan menghadapi Asian Para Games bulan Oktober mendatang.
Meskipun telah sering mengikuti kompetisi, Laura mengaku masih sempat merasakan ketegangan saat berlaga di ajang ini. Pasalnya, kompetisi ini menjadi ajang pembuktian prestasinya.
“Tetap merasa tegang karena try out ini salah satu tujuannya sebagai tes prestasi apakah waktu saya bisa membaik atau tidak. Senang sekali akhirnya bisa memperbaiki best time saya dan pulang membawa medali,”papar mahasiswi angkatan 2017 ini.
Keberhasilan Laura dari kompetisi ini menambah deretan koleksi medali yang telah diperoleh sebelumnya. Setidaknya lebih dari 50 medali yang berhasil dikumpulkan putri tunggal pasangan David Haliyanto dan Jeanne D’arc Ni Wajan Luh Mahendra.
Prestasi terakhir yang diraih Laura adalah memperoleh emas dari ajang ASEA Para Games 2017 lalu. Dalam pesta olahraga atlet difabel se-Asia Tenggara itu dia berhasil mencatat waku tercepat yakni 1 menit 30,27 detik di nomor 100 meter gaya bebas kelas S6. Lalu, di tahun 2016 saat Pekan Paralympic Nasional (Peparnas) XV 2016, Laura berhasil menggondol 2 medali emas dan 1 medali perak dari kelas S9.
Kecintaaan Laura terhadap dunia renang telah tumbuh sejak dini. Laura telah menekuni renang sejak bangku kelas 3 Sekolah Dasar. Awal bergabung di klub renang sebagai upaya terapi penyakit asma yang dideritanya dan pada akhirnya menjadi hobi.
Gadis kelahiran Pekanbaru, 22 September 1999 ini awalnya bukanlah seorang difabel. Laura lahir dalam kondisi fisik yang sempurna. Namun, karena kecelakaan yang dialaminya, Laura tidak lagi bisa berjalan seperti sediakala. Untuk mendukung aktivitas sehari-hari dia mengandalakan kursi roda.
“Pada 2016 lalu saya mengalami kecelakaan, terpeleset di kamar mandi sehingga kehilangan kekuatan untuk berjalan,”ungkapnya.
Sempat merasa putus asa dan kehilangan kepercayaan diri dengan kondisi yang tidak lagi sempurna. Namun, dukungan keluarga dan teman, perlahan Laura bangkit dan kembali semangat menjalani hidup dan menekuni kembali dunia renang dan bergabung dengan perenang difabel.
“Saya terus berenang meskipun hanya dengan mengandalkan kekuatan tangan,” ujarnya.
Meskipun menjadi penyandang disabilitas, Laura ternyata tetap mampu mencatatkan berprestasi gemilang di berbagai kompetisi. Keberhasilan itu menyadarkannya meski dalam keterbatasan tidak menghalangi untuk berkarya. Takdir Tuhan yang awalnya tidak bisa diterimanya kini berubah total.
“Akhirnya saya sadar dan mensyukuri takdir Tuhan. Mungkin kalau dengan kondisi normal saya tidak akan ada diposisi saat ini,” katanya.
Laura pun mengajak rekannya sesama difabel dan para penyandang disabilitas lainnya untuk terus bersikap optimis dan tidak mudah menyerah dengan keadaan.
“Jangan pernah menyerah apapun keadaanmu karena hanya diri kita sendiri yang bisa merubah hidup kita, bukan orang lain,” ucapnya.
Laura merupakan salah satu dari puluhan mahasiswa penyandang disabilitas yang tengah menuntut ilmu di UGM. Sosoknya mampu menginspirasi bahwa keterbatasan fisik bukan menjadi penghalang untuk berprestasi.(Humas UGM/Ika)