Banjir merupakan salah satu bencana dengan frekuensi kejadian terbesar yang terjadi di Indonesia pada tahun 2017-2018 berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Tidak sedikit kerugian yang ditimbulkan oleh bencana banjir, baik dari segi material maupun korban jiwa. Banjir sendiri biasanya disebabkan oleh frekuensi hujan yang terus menerus serta luapan air sungai. Oleh karena itu, banjir biasanya juga datang tiba-tiba, apalagi banjir bandang.
Berdasarkan fakta itu, Hamdan Fauzi dan Ilham Syawal Irman dari Progam Studi Teknik Fisika UGM, serta Wanter Pius Limbong dari Progam Studi Elektronika dan Instrumentasi UGM tergerak untuk berkontribusi untuk menanggulangi bencana banjir. Mahasiswa bimbingan Dr. Ing, Ir Singgih Hawibowo ini, melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), merancang sistem Halo Banjir sebagai stasiun pemantau dan monitoring level air sungai sebagai sistem peringatan dini jika bencana banjir datang.
Sistem Halo Banjir ini, menurut Fauzi, terdiri dari 3 sub sistem. Pertama, sistem pemantau berupa alat ukur level air sungai yang akan dipasang pada pinggiran sungai. Kedua, sistem peringatan berupa sirine dan pengeras suara yang dipasang di daerah permukiman masyarakat. Terakhir, sistem informasi berupa aplikasi android yang bisa diinstall oleh semua masyarakat.
Fauzi mengungkapkan Halo Banjir didesain agar bisa ditempatkan di segala tempat aliran sungai. Selain itu, pada daerah terpencil yang minim dengan listrik, Halo Banjir juga masih bisa beroperasi tanpa membutuhkan suplai daya dari PLN. Hal itu karena energi yang digunakan berasal dari cahaya matahari (Photovoltaic). Pada daerah perkotaan, Halo Banjir juga dilengkapi dengan aplikasi android sehingga semua orang yang memasang aplikasi ini pada telepon pintar mereka dapat memantau kondisi level air sungai secara terus-menerus.
Sistem penananggulangan banjir sejenis sebenarnya sudah banyak dibuat. Namun, Fauzi menuturkan, Halo Banjir memiliki beberapa keunggulan di beberapa aspek. Pada aspek fisik, kerangka dari Halo Banjir lebih kokoh, baik di stasiun pemantau ataupun peringatan. Selain itu, pada aspek keakuratan informasi, Halo Banjir akan mengabarkan ketinggian air, durasi waktu datang, dan jalur evakuasi kepada masyarakat melalui pengeras suara di stasiun peringatan tepat ketika air mulai naik. “Hal itu penting ketika melihat selama ini kegagalan sistem deteksi banjir umumnya karena ketidakakuratan informasi kepada masyarakat,” tuturnya, Senin (9/7).
Langkah selanjutnya yang akan dilaksanakan tim ini, menurut Fauzi, yaitu membuka kerja sama dengan berbagai pihak yang bergerak di bidang penanggulangan bencana. Hal itu bertujuan agar Halo Banjir bisa bermanfaat untuk menyelamatkan Indonesia dari bencana banjir yang terjadi tiap tahunnya. “Tentu kita tidak akan berhenti hanya di ajang PKM saja,” ujarnya. (Humas UGM/Hakam)