Disela puncak peringatan Dies ke-62 Fakultas Teknik UGM, telah dilakukan penandatanganan kerjasama antara Universitas Gadjah Mada dengan PT Humpuss. Naskah kesepakatan di bidang kajian teknik/ekonomi, rancang bangun dan rekayasa penelitian serta pengembangan terkait bidang ethanol ditandatangani Wakil Rektor Bidang Alumni dan Pengembangan Usaha Prof. Ir. Atyanto Dharoko, M.Phil., Ph.D dan Presiden Direktur PT. Humpuss Eko Putro Sandjojo, BSEE, MBA, Senin (18/2) di lantai 1 gedung Grha Sabha Pramana, Bulaksumur. Disamping itu, dilakukan pula kesepakatan antara Prof. Dr. Ir. Indarto, DEA selaku Dekan Fakultas Teknik UGM dengan Toni Purbowo, SE selaku Direktur PT. Humpuss.
Selain menyampaikan ucapan selamat atas peringatan Dies ke-62 Fakultas Teknik UGM. Prof. Atyanto mengungkapkan pula harapannya atas pelaksanaan kerjasama UGM dengan PT. Humpuss.
Bahwa kerjasama dengan PT. Humpus, akan mempercepat peningkatan kerjasama UGM dengan tiga pilar yang lain, yaitu pihak industri, perguruan tinggi dan pemerintah, termasuk pemerintah daerah. Selain dinilai vital, kesepakatan dengan PT. Humpuss akan meningkatkan kerjasama yang lain.
“Istilahnya kedepan, mindset yang dikembangkan UGM dan PT Humpuss saya kira akan saling memperkokoh. Selain itu capaian-capaian yang tadinya lama, maka dengan sinergi yang dibangun bersama akan memberikan hasil yang cepat,†ujar Prof. Toni Atyanto.
Sedangkan, Presdir PT. Humpuss Eko Putro Sandjojo, BSEE., MBA mengungkapkan bahwa kenaikan harga kebutuhan pokok adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari dimasa yang akan datang. Kenaikan harga pangan tersebut, dipicu oleh kenaikan harga minyak bumi yang semakin lama semakin langka. Sehingga biaya distribusi dan transportasi akan terus meningkat.
Langkanya ketersediaan minyak bumi, kata dia, menyebabkan dunia mencari energi pengganti minyak bumi. Energi pengganti tersebut paling mungkin adalah energi bio, yang berasal dari tanaman pangan seperti kelapa sawit, singkong, jagung dan tebu.
“Hal itu tentunya akan terus memicu kenaikan harga bahan pangan dan tentu saja akan memberatkan masyarakat yang saat ini sudah susah,†ujar Eko Putro Sandjojo.
Peralihan energi dari minyak bumi ke energi bio, menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindari. Selain tidak dapat diperbaharui, minyak bumi dinilai menjadi kontributor polusi terbesar dan mempercepat pemanasan global.
Sementara itu, ditengah masyarakat peduli lingkungan energi bio dinilai ramah lingkungan dan sumbernya dapat diperbaharui dalam waktu singkat. “Sebenarnya, kalau dicermati dengan seksama, ini menjadi momentum bagi Indonesia untuk dapat meningkatkan lapangan kerja dan pendapatan nasional,†tambahnya.
Secara hepotitikal, kata Eko, kalau bisa mengganti BBM dengan bahan Bio, Bio Ethanol atau Bio Diesel berarti kita bisa mendapatkan devisa sebesar USD 25 milyar dolar, yang tentunya dapat digunakan untuk sektor lain, seperti pendidikan dan infrastruktur.
“Jika 1 liter ethanol membutuhkan 3 kg jagung, maka 25 juta KL ethanol akan membutuhkan 75 juta ton jagung. Jika 1 Ha lahan dapat menghasilkan 10 kg jagung dalam 2 kali panen, maka akan membutuhkan 7,5 Ha lahan untuk kebutuhan energi. Jika dalam 1 Ha dibutuhkan rata-rata dua pekerja, maka akan tercipta kerja baru sebanyak 15 juta orang. Kalau itu digabungkan dengan substitusi ke Biodisel, maka substitusi ke bio energi akan mampu menciptakan lapangan kerja baru lebih dari 20 juta orang,†tandasnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, krisis energi dunia telah memberikan peluang bagi Indonesia yang memiliki lahan agraris sangat besar dan sumber daya manusia yang cukup, untuk memasok kebutuhan energi dunia dimasa yang akan datang. (Humas UGM).