Aktualisasi nilai-nilai Pancasila di dalam pendidikan hukum harus diarahkan pada pembinaan etika dan moral, sehingga etika dan moralitas menjadi “spirit†dalam pengembangan hukum untuk mengatasi krisis dan disintegrasi yang cenderung sudah menyentuh berbagai sendi dan segi kehidupan.
Sebaliknya, kata Prof Dr Koento Wibisono Siswomihardjo, etika dan moralitas Pancasila akan menjadi tanpa makna, menjadi ‘karikatur’ apabila tidak didukung oleh hukum yang kondusif.
“Mengaktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan hukum, harus dipahami arti dan makna Pancasila baik segi konotasi maupun denotasinya sehinggga epistemologi dapat dihindari,†ujar Prof Dr Koento Wibisono Siswomihardjo dalam seminar nasional Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Pendidikan Hukum, Rabu (30/5) di Balai Senat UGM.
Koento Wibisono menambahkan, terbentuknya hukum Pancasila sebagai sandingan bagi hukum positif yang tercermin dalam perundang-udangan di Indonesia diperlukan niat dan tekad serta optimisme disertai percaya diri, betapapun besarnya kendala yang dihadapi. Karena, kata Koento, pengamalan pancasila selama ini terjebak pada tujuan-tujuan subjektif yang justru bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila itu sendiri, maka dari itu pancasila harus direvitalisasi.
“Pancasila harus diposisisikan kembali dalam keutuhannya dengan pokok-pokok pikiran dalam pembukaan UUD 45, kemudian diaktualisasikan dalam hukun melalui dimensi-dimensi yang melekat padanya,†jelas Koento.
Sedangkan Prof Dr Sudjito, SH., M.Si menyebutkan bahwa pendidikan ilmu hukum yang diselenggarakan oleh fakultas-fakultas hukum di sebagian besar perguruan tinggi umumnya masih terfokus pada tradisi transfer of knowledge tentang hukum dan pelatihan keterampilan (skill) dalam menjalankan hukum saja.
“Ilmu hukum yang dipelajari dan diajarkan masih sebatas ilmu praktis, yaitu ilmu hukum untuk melayani kebutuhan profesi, dan belum merupakan ilmu yang berburu kebenaran dan keadilan sejati,†papar Sudjito.
Menurut Sudjito, objek ilmu hukum harus menjangkau realitas teologis, metafisis maupun fisis-empiris dan metodologis holistik, dimana tujuan pendidikan ilmu hukum adalah meluluskan sarjana hukum yang siap pakai yaitu taqwa, cerdas, dan terampil menyelesaikan masalah hukum.
Sementara, Ahmad merupakan salah satu peserta seminar asal propinsi kepulauan Riau, mengusulkan agar pemikir-pemikir Pancasila harus memikirkan para generasi yang lahir di era 80-an ke atas dimana perilakunya sangat goyah dan jauh dari nilai-nilai Pancasila.
Tambah Ahmad, nilai-nilai Pancasila jangan hanya diajarkan di Perguruan Tinggi saja, tapi sejak dari anak-anak sudah diajarkan.
“Nilai itu ibarat seperti tepung, jika dimasukkan ke dalam karung ia akan nampak seperti karung, dimasukkan ke dalam gelas maka akan nampak seperti gelas,†kata Ahmad mengibaratkan. (Humas UGM)