Komang Suciani (48 tahun), pulang membawa buntalan kantong plastik berisi puluhan sandal jepit yang baru dibelinya dari grosir. Selanjutnya, sanda-sandal tersebut ditempeli pernak-pernik menyerupai bunga anggrek dari bahan karet sehingga mirip dengan aslinya. Sandal tersebut nampak indah dengan bunga anggrek di tengah talinya. Lalu, ia mengemas sandal tersebut ke dalam kantong untuk dititipkan di toko souvenir di Bali.
Pekerjaan ini dilakoni Suciani untuk menghidupi keluarga mereka. Sejak enam tahun Suciani sudah berpisah dengan suaminya. Praktis, Suciani menghidupi keluarganya sendiri dengan cara berjualan sandal. Meski penghasilan yang ia dapat tidak seberapa, namun Suciani mengaku beruntung saudara kandungnya sedikit banyak membantunya dengan mengizinkannya dan anak bungsunya, Agoes Kevin Dwi Kesuma Parta, hidup menumpang di rumah mereka yang berada di jalan Gandapura IV, Kesiman Kertalangu, Denpasar Timur.
Untuk satu pasang sandal jepit ia jual dengan harga lima ribu rupiah. Sedangkan modalnya untuk membeli sandal tersebut seharga Rp3.500. Untuk sandal dengan bahan yang lebih bagus lagi, ia beli dengan harga Rp8000 lalu dijual dengan harga Rp12.000. “Dalam satu bulan bisa menjual hingga 300 pasang sandal, tergantung ramai dan tidaknya pengunjung,” katanya.
Menurut Suci, ia baru bisa mendapatkan uang setelah dagangan titipannya tersebut laku dan terjual habis. Biasanya toko tempat ia biasa menitipkan sandal akan menginformasikan padanya apabila barang dagangannya sudah habis terjual. “Sekali pasok sekitar dua lusin,” paparnya.
Selain menjual sandal jepit, Suci juga menjual gelang yang terbuat dari kerang. Ia mengambil gelang tersebut dari pengrajin yang selanjutnya ia jual kembali ke toko yang kebetulan pemilikya ia kenal.
Orang Tua Tunggal
Suciani memiliki dua orang anak-anak laki-laki. Anak sulungnya tengah menempuh kuliah di UNY Yogyakarta. Sementara Agoes Kevin tahun ini diterima kuliah di Fakultas Hukum UGM. Meski hidup menjanda, Suciani mengaku bersyukur memiliki anak-anak yang penurut dan selalu mengerti akan keadaan orang tua. Kedua anak laki-lakinya yang selalu tekun dan rajin dalam belajar selalu berprestasi di kelas sehingga sering mendapat langganan beasiswa. Bantuan beasiswa tersebut menurut Suci sedikit banyak mampu meringkankan bebannya sebagai orang tua tunggal. Suciani mafhum jika pekerjaannya sebagai penjual sandal jepit tidaklah seberapa untuk membiayai sekolah dan kuliah kedua anaknya. Meski begitu ia masih bisa mengirim uang saku bulanan untuk anak sulungya. Apabila ia kesulitan keuangan, ia tidak segan-segan meminta bantuan sanak keluarga untuk meminjamkan uang. “Sejak tiga tahun ini saya tinggal di rumah kakak, saya sudah enam tahun berpisah dengan suami,” katanya.
Berkat beasiswa yang diterima oleh Kevin selama di sekolah serta berbagai prestasi hadiah perlombaan baca puisi dan pencak silat, Suci mengakui uang dari hadiah perlombaan dan beasiswa tersebut bisa membantunya mencicil biaya sekolah Kevin. Kebahagiaan Suci kian bertambah dengan diterima Kevin kuliah di UGM dengan beasiswa Bidikmisi.
Kevin sendiri mengaku senang akhirnya bisa diterima di fakultas hukum yang selama ini menjadi cita-cita sejak di bangku sekolah. Menurutnya, dengan masuk fakultas hukum bisa mendukung aktivitasnya yang sekarang aktif di organisasi kepemudaan di Bali. “Kebetulan sekarang saya ditunjung sebagai fasilitator forum anak nasional dan ketua forum anak Bali,” katanya.
Kesukaannya pada organisasi mengantarkannya mendapat penghargaan dari Kementerian Pemberdyaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan mendapat penghargaan nasional untuk lomba pemilihan Tunas Muda Pemimpin Indonesia pada 2017 lalu. “Saya dapat piagam dari Bu Menteri, laptop dan uang saku 2,5 juta,” kenangnya.
Dalam perlombaan ini, Kevin terpilih dari empat 4 orang remaja terbaik dari seluruh Indonesia yang dianggap sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial dan pendidikannya di masyarakat. Selain aktif di organisasi kepemudaan di masyarakat melalui forum anak Bali, Kevin mengaku selama di sekolah sejak SD hingga SMA sering mengikuti berbagai perlombaan, seperti pencak silat, lomba baca pusii dan lomba tari. Untuk kemampuannya dalam tari Bali, ia sering diundang untuk pentas dalam berbagai kegiatan maupun perayaan yang ada di Bali.
Sebagai orang tua tunggal, Suci merasa senang Kevin banyak mengikuti berbagai kegiatan organisasi di masyarakat, bahkan bisa meraih prestasi tingkat nasional. Menurutnya, berbagai kegiatan positif yang diikuti Kevin setidaknya bisa menghibur Kevin atas persoalan rumah tangga yang mengharuskan kedua orang tuanya memilih berpisah. “Saya dan suami sengaja tidak mengurus cerai demi anak, sambil menunggu anak-anak tumbuh besar dan bisa menerima kenyataan ini,” ujarnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)