• Berita
  • Arsip Berita
  • Simaster
  • Webmail
  • Direktori
  • Kabar UGM
  • Suara Bulaksumur
  •  Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
  • Pendidikan
    • Promosi Doktor
    • Pengukuhan Guru Besar
    • Wisuda
  • Prestasi
  • Penelitian dan Inovasi
    • Penelitian
    • PKM
    • Inovasi Teknologi
  • Seputar Kampus
    • Dies Natalis
    • Kerjasama
    • Kegiatan
    • Pengabdian
    • Kabar Fakultas
    • Kuliah Kerja Nyata
  • Liputan
  • Cek Fakta
  • Beranda
  • Liputan/Berita
  • Orang Rantai: Sejarah Pinggiran yang Kembali Dihidupkan oleh Mahasiswa UGM

Orang Rantai: Sejarah Pinggiran yang Kembali Dihidupkan oleh Mahasiswa UGM

  • 16 Juli 2018, 15:59 WIB
  • Oleh: Gloria
  • 2468
Orang Rantai: Sejarah Pinggiran yang Kembali Dihidupkan oleh Mahasiswa UGM

Narasi sejarah, utamanya yang berkembang di dunia kepenulisan historis Indonesia sering kali berpihak kepada orang-orang besar. Penyajiannya sendiri cenderung monoton dan umumnya tidak mampu menarik minat masyarakat luas untuk mengenali dan mencintai sejarah bangsa.

Kenyataan ini mengilhami Jenifer Papas dan Sandy Maulana Yusuf dari Fakultas Ilmu Budaya, serta Aan Saputra dari Fakultas Teknik, bersama dosen pembimbing, Dra. Djaliati Sri Nugrahani, M.A., menggali salah satu sejarah pinggiran Indonesia untuk diangkat ke masyarakat luas melalui program PKM-PSH Dikti.

Jenifer bersama tim memilih kisah “orang rantai,” sebutan bagi buruh paksa yang bekerja dengan kaki dan tubuh terikat rantai di tambang batu bara Sawahlunto selama periode akhir abad XIX hingga pertengahan abad XX.

“Masyarakat umumnya hanya mengenal Sawahlunto sebagai kota penghasil batu bara tanpa mengetahui bahwa di balik batu bara tersebut sebenarnya tersimpan kisah kelam orang-orang rantai.  Kisah mereka tidak banyak dikupas, padahal mereka berperan penting dalam Tambang Batu Bara Sawahlunto,” jelas Jenifer.

Jenifer menguraikan, kebanyakan orang rantai merupakan tahanan politik yang didatangkan Belanda dari berbagai penjara di Nusantara, seperti Jawa, Madura, Makassar, Nias, dan lain-lain. Perbedaan budaya di antara mereka menghadirkan kesulitan di dalam berkomunikasi, dan pada akhirnya berujung pada konflik sosial dan etnis.

“Oleh Belanda, mereka dianggap sebagai pemberontak yang kerjaannya hanya mengganggu stabilitas. Padahal, kebanyakan orang rantai adalah pahlawan bagi pribumi, orang-orang berilmu yang berani menentang kesewenang-wenangan Belanda,” tuturnya.

Problematika sosial, kerumitan interaksi, dan cerita-cerita lain soal kehidupan orang rantai ditelusuri dan direkam ketiga mahasiswa selama delapan hari penelitian dari kurun tanggal 4-12 Mei 2018. Mereka menjelajahi berbagai sarana prasarana pertambangan yang tersebar di Kota Sawahlunto, Sumatra Barat, serta wawancara keturunan orang rantai, keturunan mandor, serta peneliti-peneliti terdahulu.

Sadar bahwa kisah ini tak banyak dikupas, terlebih dalam bentuk karya populer, Jenifer bersama Tim PKM-PSH UGM Sawahlunto 2017 kemudian membuat film dokumenter berjudul “Orang Rantai: Buruh di bawah Bara” yang cuplikannya sudah bisa diakses melalui tautan ugm.id/orangrantai oleh segala kalangan masyarakat.

“Kami berusaha membuat rekonstruksi kisah kehidupan orang rantau melalui film dokumenter. Sebelumnya sudah ada penelitian mengenai mereka, tapi hanya dalam bentuk tulisan,” imbuhnya.

Selain untuk memperkaya khazanah kajian arkeologi industri yang masih jarang diteliti, penelitian ini juga mereka lakukan sebagai penghargaan untuk keturunan orang rantai yang semakin dilupakan keberadaannya, sekaligus menambah wawasan masyarakat umum bahwa ada sejarah yang hampir terlupakan di Sawahlunto.

“Kami berharap melalui film ini, masyarakat Indonesia dapat mengenal orang rantai, juga memahami bahwa terkadang sejarah besar ditulis berdasarkan deras keringat kaum-kaum bawah. Mereka yang seharusnya mendapat atensi lebih dalam narasi historis Indonesia,” pungkas Jenifer. (Humas UGM/Gloria)

Berita Terkait

  • UGM Gelar Diskusi Buku Memoar Pulau Buru

    Monday,14 March 2016 - 19:45
  • Dinamika Pengelolaan Wilayah Pinggiran Kota

    Friday,23 April 2021 - 4:27
  • 100 Guru Besar Gelorakan Kembali Semangat Kebangkitan Nasional

    Wednesday,05 March 2008 - 9:51
  • Mahasiswa Sejarah Gelar Bedah Buku 'Peradaban Jawa: Dari Mataram Kuno Sampai Majapahit Akhir'

    Wednesday,25 May 2011 - 9:53
  • Pemerintah Harus Konsisten Laksanakan Aturan Penataan Ruang Untuk Atasi Urban Sprawl

    Thursday,02 July 2020 - 11:53

Rilis Berita

  • Sebagai Pilar Keempat Demokrasi, Pers Harus Independen 09 February 2023
    Kondisi saat ini memperlihatkan banyak persoalan yang sedang dialami insan pers. Terlebih menghad
    Agung
  • Psikolog UGM Bagikan Tips Atasi People Pleaser 09 February 2023
    People pleaser menjadi istilah yang kerap digunakan masyarakat untuk melabeli seseorang yang tida
    Ika
  • FH UGM Gelar Konferensi Internasional Soal Problem Hukum di Era Pasca Pandemi 09 February 2023
    Program Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada menggelar konferensi intern
    Gusti
  • UGM Jamin Tidak Ada Mahasiswa Berhenti Kuliah Karena Persoalan Biaya 09 February 2023
    Universitas Gadjah Mada berkomitmen mendukung para mahasiswa untuk dapat menjalani perkuliahan hi
    Satria
  • Pukat UGM Sesalkan Kemunduran Pemberantasan Korupsi di Indonesia 08 February 2023
    Peneliti Pusat Kajian AntiKorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yuris Rezha Kur
    Gusti

Agenda

  • 02Jul Dies Natalis MM UGM...
Universitas Gadjah Mada
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Bulaksumur Yogyakarta 55281
   info@ugm.ac.id
   +62 (274) 6492599
   +62 (274) 565223
   +62 811 2869 988

Kerja Sama

  • Kerja Sama Dalam Negeri
  • Alumni
  • Urusan Internasional

TENTANG UGM

  • Sambutan Rektor
  • Sejarah
  • Visi dan Misi
  • Pimpinan Universitas
  • Manajemen

MENGUNJUNGI UGM

  • Peta Kampus
  • Agenda

PENDAFTARAN

  • Sarjana
  • Pascasarjana
  • Diploma
  • Profesi
  • Internasional

© 2023 Universitas Gadjah Mada

Aturan PenggunaanKontakPanduan Identitas Visual