
Dengue adalah penyakit yang disebabkan olah infeksi virus dari genus flavivirus yang penularannya dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes. DIY merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki masalah soal pengendalian penularan dengue. Menurut laporan Kemenkes RI sejak tahun 2004 -2013, DIY berada di posisi ketiga secara nasional dengan tingkat incidence rate (IR) sebesar 95,99 per 100 ribu penduduk, jauh di bawah target nasional 51 kasus untuk tiap 100 ribu penduduk.
Tiga dari lima kabupatan/kota di DIY, yakni Kota Yogyakarta, Sleman dan Bantul merupakan daerah dengan tingkat IR tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa program doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, FKKMK UGM, Agus Kharmayana Rubaya, menyebutkan dari 206 desa/kelurahan di tiga kabupaten/kota di DIY tersebut diketahui 31 desa dan kelurahan teridentifikasi berisiko tinggi, 28 berisiko sedang dan 147 berisiko rendah.
Menurutnya, kelompok yang memiliki risiko tinggi terhadap penularan dengue, faktor cuaca memainkan peran penting dalam memprediksi jumlah kasus yang akan terjadi. Sebab, tingkat suhu udara, curah hujan dan kelembaban sangat memengaruhi. “Suhu udara berhubungan dengan percepatan laju perkembangan larva menjadi nyamuk dewasa sehingga berdampak pada lebih awalnya infeksium dan meningkatnya jumlah rata-rata gigitan,” kata Agus dalam ujian promosi doktor di FKKMK UGM, Selasa (17/7).
Dalam disertasinya yang berjudul Dinamika Kasus Dengeu sebagai Dasar Pengembangan Model Pemetaan Risiko Berbasis Wilayah di DIY, Agus menyebutkan karakteristik wilayah memiliki korelasi dengan daerah yang memiliki risiko penularan dengue. Wilayah perkotaan dengan kepadatan penduduk tinggi, menurutnya, memiliki risiko lebih besar dibanding dengan pedesaan dan wilayah dengan kepadatan penduduk yang lebih rendah. “Hal tersebut mengonfirmasi dan menguatkan faktor tersebut memang berkaitan dengan penyebaran dengue,” katanya.
Untuk wilayah yang berisiko tinggi dan sedang, melalui model pemetaan risiko berbasis wilayah, jumlah kasus pada bulan tertentu dapat diprediksi secara linear berdasarkan jumlah kasus pada bulan yang sama di tahun sebelumnya. Sedangkan untuk risiko rendah menunjukkan bahwa jumlah kasus dengue pada bulan tertentu dapat diprediksi secata linear mengikuti pola musiman 12 bulanan.
Meski demikian, menurutnya, pengendalian dengue erat kaitannya dengan mobilitas penduduk antar wilayah sehingga pendekatan multi analisis perlu dilakukan lewat lintas kabupaten dan kota. (Humas UGM/Gusti Grehenson)