Salat menjadi aktivitas rutin yang dilakukan 5 kali dalam sehari oleh pemeluk agama Islam. Selain menjadi salah satu bentuk ibadah, aktivitas ini ternyata memiliki pengaruh terhadap kesehatan gigi dan mulut.
Pengaruh ini diteliti oleh 3 mahasiswa UGM, yaitu Layung Sekar Prabarayi dan Nadia Rully Auliawati dari Fakultas Kedokteran Gigi, serta Rais Aliffandy Damroni dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan.
“Hasil penelitian ini menunjukkan aktivitas salat dan berwudhu memiliki korelasi yang kuat dengan peningkatan pH, kecepatan alir dan kadar kortisol saliva,” ucap Layung.
Ia menuturkan, prevalensi gangguan kesehatan gigi dan mulut di Indonesia masih terbilang tinggi yaitu mencapai 25,9%. Padahal, sebenarnya banyak aktivitas sehari-hari yang bisa meningkatkan kesehatan gigi dan mulut jika dilakukan secara rutin dan dengan cara yang tepat.
Aktivitas wudhu, misalnya, ia sebut dapat meningkatkan pH. Semakin tinggi pH maka semakin tinggi aliran alir saliva dan semakin tinggi pula kadar kortisol, namun masih dalam batas yang normal. Saliva yang mencukupi, jelasnya, dapat melubrikasi atau melumasi gigi geligi, memberikan aktivitas anti bakteri, dan pengaruh lainnya.
Sementara itu, sekresi saliva yang kurang dapat menimbulkan masalah dry mouth atau xerostomia, sebuah fenomena yang banyak ditemui akibat stres, pengaruh obat, kurangnya kadar air dalam tubuh, serta kurangnya produksi saliva.
Penelitian ini mereka lakukan dengan metode static group pretest and posttest design pada 20 subjek yang terdiri dari 10 subjek sebagai kelompok perlakuan dan 10 subjek sebagai kontrol. Pengambilan sampel saliva perlakuan dilakukan sebelum wudhu dan sesudah salat sebanyak 5 kali di dalam satu hari.
“Saliva tanpa stimulasi dikumpulkan selama lima menit ke dalam wadah untuk diukur kecepatan alir dan pH saliva di tempat, sedangkan pengukuran kadar kotisol menggunakan Elisa Kit dengan λ 540 nm di Laboratorium Riset Terpadu FKG UGM,” paparnya.
Dari pengujian yang dilakukan kemudian, mereka mendapatkan hasil rata-rata pH perlakuan 7.8 sedangkan pH kontrol 7.75. Hal ini, imbuh Layung, menandakan bahwa aktivitas tersebut dapat meningkatkan pH.
Selain peningkatan pH dari aktivitas berwudhu, mereka juga berargumen bahwa perasaan tenang dan rileks secara psikis yang dialami seseorang setelah melaksanakan aktivitas berwudhu dan salat, menyebabkan saraf parasimpatis meningkat sehingga kadar kortisol dalam rentang normal dapat menghasilkan sekresi saliva yang lebih banyak dan bersifat aqueous dengan derajat keasaman (pH) normal.
Penelitian ini, imbuh Layung, merupakan pengembangan dari penelitian yang sudah ada sebelumnya. Namun, berbeda dari penelitian sebelumnya, dalam penelitian ini para mahasiswa memadukannya dengan rangkaian aktivitas salat 5 waktu dalam 1 hari sekaligus. (Humas UGM/Gloria)