• Berita
  • Arsip Berita
  • Simaster
  • Webmail
  • Direktori
  • Kabar UGM
  • Suara Bulaksumur
  •  Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
  • Pendidikan
    • Promosi Doktor
    • Pengukuhan Guru Besar
    • Wisuda
  • Prestasi
  • Penelitian dan Inovasi
    • Penelitian
    • PKM
    • Inovasi Teknologi
  • Seputar Kampus
    • Dies Natalis
    • Kerjasama
    • Kegiatan
    • Pengabdian
    • Kabar Fakultas
    • Kuliah Kerja Nyata
  • Liputan
  • Cek Fakta
  • Beranda
  • Liputan/Berita
  • Polemik Ancaman Pidana Mati terhadap Produsen dan Pengedar Narkotika

Polemik Ancaman Pidana Mati terhadap Produsen dan Pengedar Narkotika

  • 31 Juli 2018, 11:47 WIB
  • Oleh: Satria
  • 4688
Polemik Ancaman Pidana Mati terhadap Produsen dan Pengedar Narkotika

“Kejahatan narkotika menyerang negara dari dalam. Hal itu tergolong sebagai kejahatan yang dahsyat. Sementara itu, kebijakan hukuman pidana mati pada produsen serta pengedarnya tidak memiliki status yang jelas,” ujar Prof. Marcus Priyo Gunarto, S.H., M.Hum., selaku promotor.

Penuturan Marcus itulah yang menjadi latar belakang singkat Faissal Malik dalam menyusun disertasinya. Hal itu disampaikannya pada ujian terbuka untuk memperolah derajat doktoral bagi Faissal Malik di Ruang III-1.1 Fakultas Hukum UGM pada Senin (30/7) siang.

Marcus menjabarkan  ide dasar dari disertasi Faissal ada tiga hal. Ketiga hal itu, yakni ide dasar pidana mati, eksekusi pidana mati, dan harapan pengaturan pidana mati bagi produsen dan pengedar narkotika  memenuhi kepastian hukum.

Ia melanjutkan sebenarnya pembahasan mengenai ancaman pidana mati sudah sering diperdebatkan dalam pembahasan hukum internasional. Dirinya  mempertanyakan kebaruan yang dibawa oleh Faissal dalam disertasinya.

Menurut Faissal, penelitian-penelitian terdahulu banyak menghubungkan pidana mati dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Sementara dirinya lebih memfokuskan pada ide dasar, tepatnya tentang kebijakan hukum pidana mati itu sendiri.

“Saya melihat selama ini tidak ada ketetapan pelaksanaan eksekusi mati yang jelas. Ada yang pada akhirnya dieksekusi ada yang tidak. Norma hukum yang dipakai belum memadai karena hanya merujuk Undang-Undang (UU) semata. Padahal, di UU tidak mengatur waktu pelaksanaan, hanya tentang tata caranya saja,” ungkapnya.

Hal itu disebabkan adanya dua kutub yang berseberangan dalam pembahasan tentang pidana mati ini, yaitu antara golongan abolisonis dan retensionis. Golongan abolisionis cenderung menolak pidana mati karena dinilai melanggar HAM. Sementara, golongan retensionis mendukung terlaksananya pidana mati karena hal itu mengancam manusia dalam negara, lebih luasnya di dunia.

Dr. Supriadi, S.H., M.Hum., selaku penguji, menyatakan sebenarnya sekarang ini telah muncul kutub baru dalam perdebatan tadi. Kutub yang dimaksud Supriadi adalah kompromis. Kemunculan terjadi, lanjut Supriadi, ketika hukuman pidana mati tadi terlaksana atau batal terlaksana karena faktor-faktor lain di luar yang tercantum di hukum, seperti politik atau ekonomi.

Hal itu dibenarkan oleh Faissal. Menurutnya, variabel politik dan ekonomi memang tidak bisa dipisahkan dalam pidana mati ini. Oleh karena itu, ia mengusulkan perubahan hukuman acara pidana ke depannya untuk terpidana hukuman mati. “Normanya harus diperjelas sehingga terdapat keadilan dalam putusannya,” tegas Faissal.

Ia berpendapat jika usulannya diterima, hal itu akan menyelamatkan masa depan bangsa Indonesia ini. Hal itu karena produk hukum dengan kepastian yang jelas akan memberi rasa tenang kepada masyarakat. “Masyarakat akan merasa aman dari ancaman narkotika ketika kepastian hukum ditegakkan,” pungkas Faissal. (Humas UGM/Hakam)

 

Berita Terkait

  • Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Korban Penyalahgunaan Narkotika Perlu Direformulasi

    Monday,10 September 2018 - 16:25
  • Mahasiswa Doktoral Fakultas Hukum Teliti Pelaksanaan Hukuman Mati di Indonesia

    Tuesday,25 September 2018 - 12:26
  • Mengkaji Asas Kebebasan Hakim Dalam Penjatuhan Pidana dengan Ancaman Minimum Khusus

    Wednesday,06 June 2018 - 4:44
  • Peradilan Pidana Perlu Restrukturiasi

    Tuesday,24 December 2013 - 10:42
  • 100 Mahasiswa UGM Ikuti Pelatihan Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba

    Monday,22 October 2012 - 9:47

Rilis Berita

  • Pakar UGM: Kemiskinan Seringkali Jadi Ajang Komoditas 31 January 2023
    Daerah Istimewa Yogyakarta ditetapkan sebagai provinsi termiskin di Pulau Jawa berdasarkan hasil
    Gusti
  • Pengamat UGM: Jangan Melihat Masyarakat Desa seperti 30-50 Tahun yang Lalu 31 January 2023
    Menuju pemilihan umum 2024, berbagai kampanye politik gencar dilakukan sejak tahun lalu
    Satria
  • FKKMK dan ANU Indonesia Project Meluncurkan Buku In Sickness and in Health: Diagnosing Indonesia 31 January 2023
    Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) da
    Agung
  • UGM Ajak Perguruan Tinggi Daerah Berkolaborasi Dukung Pembangunan Smart City di IKN 31 January 2023
    Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas G
    Gloria
  • Fenomena Perpajakan di Indonesia: Sentimen terhadap Pajak Positif tapi Kepatuhan Membayar Pajak Rendah 30 January 2023
    Mahasiswa Program Doktor Ilmu Psikologi UGM, Ika Rahma Susilawati, menulis disertasi berjudul &ld
    Gloria

Agenda

  • 02Jul Dies Natalis MM UGM...
Universitas Gadjah Mada
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Bulaksumur Yogyakarta 55281
   info@ugm.ac.id
   +62 (274) 6492599
   +62 (274) 565223
   +62 811 2869 988

Kerja Sama

  • Kerja Sama Dalam Negeri
  • Alumni
  • Urusan Internasional

TENTANG UGM

  • Sambutan Rektor
  • Sejarah
  • Visi dan Misi
  • Pimpinan Universitas
  • Manajemen

MENGUNJUNGI UGM

  • Peta Kampus
  • Agenda

PENDAFTARAN

  • Sarjana
  • Pascasarjana
  • Diploma
  • Profesi
  • Internasional

© 2023 Universitas Gadjah Mada

Aturan PenggunaanKontakPanduan Identitas Visual