Bertempat di Balai Senat UGM, Rabu 27 Juni 2007, Majelis Guru Besar UGM menggelar Lokakarya bertema “Nilai-Nilai Luhur Universitas Gadjah Mada: Refleksi dan Realisasiâ€. Lokakarya dibuka Rektor UGM Prof Ir Sudjarwadi MEng PhD, dihadiri sejumlah pembicara, antara lain Prof Dr Teuku Jacob MS MD, Prof Dr Koento Wibisono Siswomihardjo, Prof Dr Djoko Suryo, Prof Dr Sjafri Saiirin, Prof Dr Djamaluddin Ancok dan Prof Dr Nopirin.
Selain ingin mengetahui pemahaman masyarakat terhadap Pancasila sebagai nilai dasar, lokakarya ini bertujuan pula untuk menyusun strategi pengembangan dan aktualisasi nilai-nilai luhur UGM, serta guna memperoleh masukan bagi pengkayaan nilai-nilai teras (core values) UGM. Sebagaimana dikatakan Ketua panitia Prof Hardjono Sastrohamidjojo, bahwa dengan menggali kembali nilai-nilai UGM yang diyakini kebenarannya, kebaikannya dan keunggulannya akan mempertinggi rasa percaya diri civitas akademika UGM.
“Nilai-nilai inilah yang kelak akan menjadi core values, yang akan mewarnai karakter civitas akademika UGM. Yaitu sebuah karakter yang memperkuat identitas UGM,†ujar Prof Hardjono dalam laporannya.
Menanggapi lokakarya ini, Rektor UGM menjelaskan dalam masa pasca penjajahan, nilai-nilai luhur UGM dihadapkan tiga permasalahan bangsa, keterpurukan, ancaman disintegrasi bangsa dan krisis kepemimpinan. “Fakta-fakta di tahun 2002 menunjukkan, musuh-musuh kita yang utama pada saat itu, adalah masalah keterpurukan, ancaman disintegrasi bangsa, dan yang ketiga adalah krisis kepemimpinan,†ujar Prof Sudjarwadi saat membuka Lokakarya.
Untuk memenangi ketiga permasalahan tersebut, kata Prof Sudjarwadi, yang terpenting adalah kemampuan untuk mengalahkan diri sendiri. “Bahwa untuk mengalahkan masalah yang besar-besar tersebut, bisa diawali dengan mengalahkan diri sendiri,†tukas Rektor.
Prof T Jacob selaku pembicara di sesi I, menjelaskan bila nilai-nilai teras suatu universitas harus memperhatikan nilai-nilai lokal, nasional, regional dan universal. Bahwa yang partikular atau lokal harus berimbang dengan yang universal dan global. Harus ada partikularisma dalam universalisma dan sebaliknya universalisma dalam partikularisma. (Humas UGM)