Pada Tahun Akademik 2018/ 2019, Universitas Gadjah Mada menerima 9.125 mahasiswa. Sebanyak 9.125 mahasiswa baru tersebut terdiri atas 7.671 mahasiswa program sarjana dan 1.454 mahasiswa program diploma.
Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., mengatakan sebanyak 9.125 mahasiswa baru ini merupakan anak muda terbaik yang terpilih dari 171.800 pendaftar UGM. Mereka lolos masuk UGM dengan selektivitas rata-rata 5,3 persen.
“Selamat datang para Gadjah Mada Muda, Gamada dan selamat bergabung menjadi bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada,” ujarnya di halaman GSP UGM, Senin (6/8) saat membuka Upacara Pelatihan Pembelajaran Sukses Mahasiswa Baru UGM.
Rektor menuturkan PPSMB merupakan salah satu rangkaian awal dalam proses mewujudkan jati diri dan memperkuat keistimewaan. PPSMB bukan program untuk melebur para mahasiswa menjadi Jogja atau Jawa, namun sebagai langkah awal menjadikan mahasiswa baru UGM sebagai Indonesia sejati.
“PPSMB mempersiapkan kalian menjadi pembelajar tangguh yang mampu beradaptasi dan menyelaraskan semua keragaman yang kita miliki untuk maju dan berkembang bersama karena bagaimanapun keberagaman adalah kekuatan,” katanya.
Resmi menjadi mahasiswa baru UGM, kata Panut, maka para mahasiswa baru akan menjadi UGM yang berhati toleran, senantiasa menyemai dan menumbuhkembangkan serta menjaga pluralisme. Menjadi mahasiswa baru merupakan babak baru dalam kehidupan dan babak baru perjuangan guna meraih masa depan yang gemilang.
Berjuang bukan hanya untuk meraih masa depan sendiri, melainkan agar dapat berkontribusi pada masa depan Indonesia yang maju dan berkeadaban mulia. Untuk itu, menjadi mahasiswa UGM tidak cukup hanya memiliki prestasi akademik bagus, namun harus menjadi SANG JUARA, Santun, Adil, Nasionalis, Gembira, Jujur, Unggul, Amanah, Religius dan Andal.
“Karakter dan Kompetensi SANG JUARA ini merupakan bekal kalian untuk terjun di tengah masyarakat agar dapat berbaur, memahami problematika yang ada, memberi solusi dan menjadi pemimpin yang mumpuni,” imbuhnya.
Direktur Pendidikan dan Pengajaran UGM, Dr. agr. Ir. Sri Peni Wastutiningsih, menambahkan untuk mahasiswa baru UGM Tahun Akademik 2018/ 2019 pada program sarjana maka jumlah lulusan sekolah menengah yang memilih UGM baik sebagai pilihan 1, 2 maupun 3 sebanyak 341.963 orang yang tersebar di 68 program studi. Sedangkan yang memilih program diploma pada tahun ini 57.050 orang untuk 24 program studi.
Sebagai pengejawantahan UGM sebagai universitas nasional, kata Sri Peni, maka salah satunya diwujudkan dengan asal mahasiswa baru UGM. Seperti di tahun-tahun sebelumnya maka di tahun ini mahasiswa baru UGM juga berasal dari semua propinsi yang ada di Indonesia, meski persentase terbesar masih di Pulau Jawa.
“Sedangkan mahasiswa asing di tahun ini sebanyak 36 orang yang berasal dari Eropa, Amerika dan Asia, mereka mengikuti program double degree atau program sarjana saja,” katanya.
Penerimaan resmi mahasiswa baru UGM ditandai dengan pemasangan jaket almamater kepada sejumlah mahasiswa, diantaranya kepada Nur Wijaya Kusuma, Fakultas Teknik sebagai mahasiswa termuda, Nikmah Wati Rizki, Fakultas Kedokteran Gigi sebagai mahasiswa asal terjauh, Erdiyanto Munandar, Fakultas Teknik perwakilan Bidik Misi, Mas Farouq Uz Zaman Al Qodri, Sekolah Vokasi, mahasiswa difabel dan Helen Farell Bee, Fisipol, asal AS sebagai wakil mahasiswa asing.
Upacara ini dimeriahkan sejumlah atraksi, diantaranya Marching Band UGM, Tari Aceh, Demo Gama Force dan lain-lain. Selain itu, juga diserahkan sebanyak 19 penghargaan mahasiswa berprestasi UGM, baik tingkat nasional maupun internasional.
Bersatu Dalam Perbedaan
Sementara itu, Prof. Dr. Mahfud MD dalam orasinya mengatakan para mahasiswa harus merasa bersyukur atas segala berkat kemerdekaan yang telah diperjuangkan para tokoh. Rasa bersyukur itu dapat diwujudkan dengan cara memanfaatkan semua nikmat agar bisa mendorong maju bersama, bukan maju untuk diri sendiri.
Para mahasiswa baru diharapkan untuk menjaga persatuan sebagai bangsa karena Indonesia didirikan oleh beragam golongan dan beragam ikatan primordial. Data statistik Kementerian Dalam Negeri tahun 2010 menyebut Indonesia memiliki jumlah pulau sebanyak 17.504 pulau, terbanyak diantara negara-negara di seluruh dunia, sedangkan jumlah suku ada 1.600 dan jumlah bahasa daerah 726.
“Kita bisa bersatu karena diikat oleh kesepakatan bersama mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila yang selalu mengikat kita bersatu di dalam perbedaan,” katanya.
Menurut Mahfud, kekuatan Indonesia justru ada di dalam perbedaan. Oleh karena itu, semua saja diharapkan berlaku adil dan egaliter (setara) diantara sesama yang menghargai hak-hak untuk saling maju bersama.
Menurut Mahfud, perbedaan itu merupakan fitrah karena perbedaan mengandung arti sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan sendiri. Ia bukan karena kehendak kita. Oleh karena ciptaan Tuhan maka warga yang hidup di Indonesia dan berdasar pada Pancasila dan berke-Tuhanan Yang Maha Esa mestinya meyakini bila Tuhanlah yang menciptakan perbedaan itu.
“Kalau saudara ber-Tuhan dengan agama apapun maka saudara pasti yakin bahwa Tuhan itu maha kuasa, Tuhan bisa saja menciptakan manusia satu jenis atau satu ras saja, kalau mau. Kalau mau Tuhan bisa saja menciptakan manusia Indonesia ini satu ras saja, misalnya hanya Melayu atau Jawa. Tetapi Tuhan Yang Maha Kuasa itu menciptakan kita berbeda-beda. Oleh karena itu, kalau kita yakin kekuasaan Tuhan maka bersatulah kita di dalam perbedaan-perbedaan itu,” katanya. (Humas UGM/ Agung; foto: Bani)