Yogya, KU
Sebanyak 24 peserta dari 11 negara dari empat benua mengikuti Pembukaan International Summer Course on Disaster Medicine, Minggu malam (8/7) di ruang Auditorium Fakultas Kedokteran UGM. Beberapa peserta berasal dari Austria, Australia, Belanda, Denmark, Kanada, Norwegia, Polandia, Perancis, Jerman, dan Malaysia.
Kursus ini dimaksudkan untuk berbagi pengalaman dan pengetahuam tentang penanganan gempa di jogja yang terjadi 27 Mei 2006 yang lalu.
“Universitas Gadjah Mada sebagai research university punya pamor di tingkat dunia, maka seluruh kegiatan yang sifatnya internasional harus didukung, karena lewat kegiatan ini kita bias menunjukkan kepada dunia bahwa kita punya universitas yang punya peran yang cukup besar dalam hal penanganan bencana yang berkaitan dengan kesehatan terutama disaster medicine,†ungkap dr Iwan Dwi Prahasto, M.Med.Sc.,PhD selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran UGM.
Menurut Iwan, di bidang disaster medicine, FK UGM punya pengalaman yang cukup banyak yang barangkali di negara lain sendiri tidak punya, sehingga tidak heran banyak Negara belajar dari penanganan berbagai bencana yang terjadi di Indonesia.
“Negara kita ini terkenal dengan hal yang buruk-buruk, tapi kita punya masyarakat, mahasiswa dan segenap elemen bangsa yang bisa bicara di level intrenasional. Mereka (mahasiswa-red) sudah mulai melakukan Networking, sehingga kalo ada hal-hal yang bersifat negatif tentang Negara kita bisa ditepis melalui proses networking ini,†ujarnya .
Bukan hanya itu, jelas Iwan, jika suatu saat jika terjadi disaster dinegara asal peserta, maka melalui networking, mereka bisa saling tolong menolong dan membantu dengan berbagai cara, pengalaman dan pengetahuan yang sama.
Iwan menyebutkan, program disaster medicine sudah dimasukkan dalam kurikulum pendidikan di Fakultas Kedokteran UGM.
“UGM terdepan salan inovasi pendidikan. Disaster medicine ini sudah masuk dalam kurikulum sebagai jawaban antisipasi bencana. Kita punya kekuatan lokal yang bisa kita share kepada lulusan kita sehingga punya nilai lebih dibandingkan dengan lulusan fakultas kedokteran lainnya,â€
“Karena bisa saja di Negara lain mereka tidak punya kemampuan dalam disaster medicine,†tutur Iwan.
Iwan sependapat bahwa penanganan bencana gempa di Jogja telah diakui oleh dunia intrenasional sebagai yang terbaik. “Kita banyak mendapat penghargaan dan apresiasi dari internasional karena proses rehabilitasi berlangsung jauh lebih cepat dari Negara manapun karena Jogja mempunya spesifik culture empowerment. Nilai lebih ini kita share ke dunia luar,†kata Iwan.
Tasya Anggrahita, selaku ketua panitia menjelaskan bahwa kursus tiga minggu ini diadakan mulai 9-28 Juli 2007 yang diadakan oleh CIMSA (Centre for Indonesian Medical Students Activities). Berbagai kegiatan yang dilakukan diantaranya Pre Test and Post Test, Lecture, Panel Discussions, Round Table Discussions, Field Trip, Group Discussion (Meta Plan), Plenary Discussion, Skill Station, Disaster Simulation, Overview and Sharing dan Social Programs, Cultural Program.
“Dari program ini diharapkan peserta memiliki pengetahuan di bidang pemerintahan, kegawadaruratan medik, medical logistic, aftermath surveillance, health promotion dan mental health,†ujar mahasiswi semester lima FK UGM ini (Humas UGM)