Proses pembaharuan yang dilakukan negara untuk mewujudkan masyarakat demokratis telah terdistorsi ke dalam kancah kekerasan politik, sehingga melahirkan penderitaan baru. Bahwa kesesatan dan kekeliruan dalam memaknai tujuan negara dalam reformasi, telah memberikan peluang kalangan birokrat dan politisi untuk mengembangkan kekuasaannya, sehingga panggung politik di Indonesia lebih diwarnai tarik-ulur kekuasaan, dan bukannya memberikan prioritas pada terwujudnya kesejahteraan masyarakat sebagai esensi dari welfare state.
Demikian sari pidato Prof Dr Kaelan MS saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Filsafat UGM, hari Selasa, (10/7), di ruang Balai Senat UGM. Dirinya menyampikan pidato berjudul “Kesesatan Epistemologis di Era Reformasi dan Revitalisasi Nation Stateâ€.
Kata Prof Kaelan, fakta-fakta menunjukkan bahwa reformasi tidak berdasar pada core philosophy bangsa, sehingga membawa pada krisis negara berkepanjangan. Bahwa konflik kekerasan, terorisme, konflik etnis, ras, suku, golongan, dan agama di negeri ini telah membawa korban anak-anak bangsa yang tidak berdosa.
“Kesemuanya itu dikarenakan kesesatan dan kekacauan dalam memaknai dasar filsafat negara Pancasila yaitu Teositas, Humanitas, Nasionalitas, Demokrasi dan Keadilan Sosial, yang merupakan etos perekat kehidupan kebangsaan yang religius dan beradab. Dasar filsafat negara ini merupakan hasil konsensus kehidupan kenegaraan untuk mewujudkan negara yang modern, demokratis, konstitusional untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera,†ujar pria kelahiran Magetan, 27 Januari 1946 ini.
Era global yang melanda seluruh bangsa di dunia, kata Prof Kaelan, telah membawa Indonesia kearah runtuhnya negara kebangsaan (nation state), lunturnya nasionalisme, persatuan dan kesatuan, dan kepribadian Indonesia yang merupakan local wisdom atau karya besar bangsa.
Oleh karena itu, agar bangsa Indonesia dapat mewujudkan suatu masyarakat demokratis, religius dan berkeadaban di dalam proses reformasi di era global saat ini, maka harus dilakukan revitalisasi negara kebangsaan (nation state) yang fondasinya telah diletakkan diatas dasar filosofi negara. “Selain itu, dalam konteks kenegaraan saat ini, para birokrat dan elit politik lainnya harusnya mengembangkan sikap komunikasi politik yang didasari moralitas, nilai-nilai agama dan keadaban agar terwujud masyarakat sejahtera atas dasar kebersamaan,†tandas suami Purwaningsih ini dalam pidatonya. (Humas UGM).