
Fakultas Filsafat UGM merayakan dies ke-51 yang jatuh pada 20 Agustus 2018. Pada usianya yang lebih dari setengah abad ini, Fakultas Filsafat UGM diharapkan terus memberikan kontribusi dan sumbangsih pada pendidikan filsafat dan menghilirisasi hasil riset serta melaksanakan pengabdian kepada masyarakat.
Dekan Fakultas Filsafat, Dr. Arqom Kuswanjono, dalam pidato laporan dekan yang disampaikan pada puncak acara Dies Natalis ke-51 mengatakan sepanjang tahun ini dosen dan mahasiswa melaksanakan pengabdian yang difokuskan pada tema pendidikan karakter, nasionalisme, penguatan ideologi Pancasila, pluralisme, modernitas, radikalisme dan keilmuan filsafat. Program pengabdian ini dilaksanakan untuk siswa di sekolah-sekolah SMA/sederajat dan pesantren, kalangan perguruan tinggi, pemerintah daerah, seperti DIY, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Riau dan Sumatera Barat. “Ada 12 lokasi pengabdian,” kata Arqom, Senin (20/) di Kampus Filsafat.
Untuk memperkuat penyebarluasan pengetahuan dalam ilmu filsafat, kata Arqom, Fakultas Filsafat telah memiliki kanal pengetahuan dan informasi yang bertujuan untuk melakukan inovasi akademik dalam rangka mendukung terwujudnya UGM sebagai cyber campus. “Kanal ini sebagai sarana publikasi artikel ilmiah dan publikasi hasil penelitian di bidang ilmu filsafat,” katanya.
Di bidang penelitian, sebanyak 103 judul penelitian yang dihasilkan oleh para dosen dengan menggunakan sumber dana penelitian yang berasal dari dana masyarakat dan bantuan pendanaan Kemenristekdikti. Sementara dalam bidang akademik, saat ini jumlah mahasiswa aktif di Fakultas Filsafat berjumlah 649 orang terdiri, 561 mahasiswa program S1, 36 mahasiwa jenjang S2 dan 52 orang mahasiswa S3. “Tahun ini jumlah mahasiswa baru Fakultas Fisafat yang diterima sebanyak 150 orang dari 900 orang yang sudah mendaftar,” paparnya.
Dalam kesempatan yang sama, Dr. Sindung Tjahyadi, M.Hum., dalam penyampaian pidato ilmiahnya yang berjudul UU Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan Dalam Konteks Pengembangan Filsafat Nusantara, mengatakan kajian filsafat nusantara bisa menjadi bagian dalam pengembangan ilmu filsafat timur dengan menggali tradisi tulis dan lisan dari berbagai budaya nusantara yang sudah ada. “Tanpa upaya tersebut, kajian filsafat nusantara akan cenderung sebagai genetivus objectivus dalam khasanah filsafat timur,” kata Dosen Filsafat UGM sekaligus sekretaris Dewan Kebudayaan Propinsi DIY ini.
Menurutnya, sebagian besar kerangka acuan pengembangan pendidikan ilmu filsafat saat ini berasal dari kerangka pemikiran ilmu filsafat barat. Bahkan, filsafat dan ilmu yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari peninggalan kolonialisme peradaban barat. Padahal, Indonesia memiliki potensi sebagai sumber ilmu sosial humaniora terkaya di dunia melalui pengembangan paradigma ilmu dan filsafatnya sendiri. “Tugas berat ini hanya bisa dilaksanakan apabila ada sinergi antar berbagai elemen akademik dengan pendekatan politik pendidikan dan kebudayaan,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)