
Pancasila merupakan salah satu aset penting bangsa yang tidak hanya menjadi dasar negara, tetapi juga menjadi jiwa perekat bangsa yang sangat majemuk.
Pernyataan tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno LP Marsudi, saat menjadi pembicara kunci dalam Kongres Pancasila X, Kamis (23/8) di Balai Senat UGM.
Retno menyebutkan bahwa Indonesia memiliki banyak aset yang patut dibanggakan. Mulai dari penduduk muslim terbesar dunia, negara demokrasi terbesar ke-3 dunia, dan kebhinekaan. Tidak kalah pentingnya adalah Pancasila menjadi aset sangat luar biasa.
“Pancasila merupakan aset bangsa yang majemuk seperti Indonesia. Dengan aset ini kita gunakan untuk terus berkomitmen memperjuangkan semangat nasional dan berkontribusi pada dunia maka dunia akan mengapresiasi Indonesia,” urainya.
Menurutnya, Indonesia tidak akan berada dalam kondisi seperti saat ini tanpa adanya Pancasila. Diplomasi Indonesia juga tidak akan kokoh berdiri dengan tegak diantara bangsa di dunia tanpa Pancasila.
Oleh sebab itu, Retno berpesan pada seluruh masyarakat Indonesia untuk terus merawat Pancasila.
“Pancasila ini menjaga bangsa dan menjauhkan dari konflik. Oleh karena itu, mari kita rawat Pancasila untuk Indonesia Jaya,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Panita Kongres Pancasila X, Prof. Djagal Wiseso Marseno, dalam laporannya menjelaskan penyelenggaraan kongres Pancasila kali ini mengambil tema Pancasila, Ideologi Pemersatu Bangsa dan Dunia. Diselenggarakan atas keprihatinan terhadap posisi Pancasila sebagai ideologi bangsa tengah menghadapi tantangan berat dari sisi internal dan eksternal.
Di sisi internal, kajian Lemhanas menunjukkan bahwa selama 7 tahun terakhir, sejak 2010 ketahanan nasional Indonesia dalam gatra ideologi berada dalam posisi kurang tangguh. Sementar di sisi eksternal memperlihatkan masuknya ideologi asing telah sampai di tingkat yang mengkhawatirkan.
Hal ini ditunjukkan dari hasil kajian di kalangan mahasiswa bahwa 23,5 % setuju dengan ISIS, 16,8% menyatakan tidak setuju Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia, 17,8% menyatakan setuju dengan bentuk negara khilafah.
“Yang lebih mengejutkan adalah 23,4% mahasiswa siap berjihad untuk mendirikan negara khilafah,” ungkapnya.
Hal tersebut mendorong UGM untuk menggelar kongres Pancasila selama dua hari, 23-24 Agustus yang diharapkan bisa menghasilkan rumusan dan rekomendasi yang dapat memberikan masukan pada bangsa dan negara. Mengangkat lima isu besar, yakni peran Indonesia dalam upaya mewujudkan perdamaian dunia, sisi universal Pancasila dalam perspektif bangsa-bangsa di dunia, keselarasan agama dengan nilai-nilai Pancasila, peran perguruan tinggi dalam pelembagaan dan pembudayaan Pancasila, serta Pancasila dan Generasi Muda.
Acara ini menghadirkan sejumlah pembicara, antara lain Mahfud MD, Anhar Gonggong, pakar dari mancanegara, pakar nasional, rektor dan mantan rektor yang tergabung dalam Forum Rektor Indonesia, serta BEM UGM dan tokoh generasi muda. (Humas UGM/Ika;foto:Firsto)