Pusat Studi Transportasi dan Logistik (PUSTRAL) UGM menyelenggarakan diskusi yang berjudul “Implikasi Sistem Zonasi Sekolah terhadap Sistem Transportasi Internal Wilayah Sleman”. Diskusi ini berlangsung pada Selasa (28/8) di Kantor PUSTRAL UGM.
PUSTRAL UGM mengundang dinas pendidikan dan perhubungan seluruh kabupaten atau kota serta beberapa organisasi yang bergerak di bidang transportasi dan perhubungan di Provinsi DIY. Tujuannya adalah untuk menjalin sinergi dalam menanggapi dampak penerapan sistem zonasi sekolah tadi.
Joewono Soemardjito, ST., M.Si., peneliti PUSTRAL UGM, menyebutkan bahwa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menerapkan aturan zonasi bagi sekolah-sekolah di Indonesia. Hal itu dikukuhkan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 14 Tahun 2018.
Pasal 16 Ayat 1 Permendikbud tersebut berbunyi, “Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah, paling sedikit sebesar 90% dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.”
Menurut Joewono, untuk wilayah DIY, kebijakan tersebut menyebabkan pola pergerakan penduduk, terutama usia pelajar, semakin terkonsentrasi di internal Sleman. Walaupun selama ini sebelum kebijakan tadi diterapkan, sebesar 13,1 % pelajar Sleman bersekolah di kabupaten/kota lain di DIY. Sebaliknya, sebesar 13,6 % pelajar dari kabupaten/kota lain di DIY yang bersekolah di Sleman.
Hal itu, lanjut Joewono, disebabkan pelajar kabupaten/kota lain yang bersekolah di Sleman lebih merata daripada pelajar dibanding pelajar Sleman yang bersekolah di kabupaten/kota lain di DIY. “Selain itu, Sleman juga masih kedatangan pelajar dari luar provinsi,” paparnya.
Sementara itu, Joewono menyatakan bahwa hal ini akan berdampak pada kepadatan lalu lintas. Ia memberi contoh di area Sleman sekarang ini pada jam masuk sekolah, tepatnya pukul tujuh, lalu lintas sangat padat. Hal itu juga terjadi pada jam pulang sekolah, sekitar pukul empat, kepadatan yang serupa hadir.
Kepadatan lalu lintas tersebut hadir karena banyaknya kendaraan pribadi yang dipakai oleh pengguna jalan Jogja, yakni mobil dan motor. Joewono menyebutkan bahwa kedua jenis angkutan itu dipillih karena kemudahan aksesnya, berbeda dengan penggunaan angkutan umum.
“Setelah kami teliti, masyarakat enggan menggunakan angkutan umum karena beberapa alasan. Hal itu seperti jumlah angkutan umum yang belum memadai, sulitnya akses halte, waktu tempuh relatif lama, serta total ongkos yang ketika jumlah lebih mahal,” ungkapnya.
Akan tetapi, berdasarkan penelitian PUSTRAL UGM, Joewono menyatakan terdapat titik terang untuk alternatif permasalahan ini. Ia menyebutkan bahwa persentase pejalan kaki serta pengguna sepeda masih banyak di Sleman. “Dua jenis transportasi itu bisa dikembangkan sebagai solusi untuk mengurangi kepadatan lalu lintas,” tuturnya.
Hantoro, Ketua III Organisasi Angkutan Darat Yogyakarta Bidang Angkutan dan Pariwisata, menyoroti kesiapan angkutan umum dalam upaya tersebut. Menurutnya, ketersediaan angkutan umum bersubsidi kurang merata di daerah DIY, yakni bus Transjogja. “Keberadaan Transjogja hanya dapat dimanfaatkan masyarakat di Kota Jogja dan Sleman saja,” keluhnya.
Hal itu, saran Hantoro, perlu dibenahi lagi, agar rute yang ditempuh bisa mencapai seluruh DIY. “Dengan demikian, seluruh masyarakat di DIY, utamanya pelajar dalam konteks diskusi ini, bisa memanfaatkannya untuk berpergian jarak jauh dengan efisien,” tuturnya.
Hantoro juga menyarankan agar upaya ‘Rute Aman Selamat Sekolah’, bisa dijalankan sepenuhnya, sasarannya tidak hanya sekolah-sekolah saja, melainkan orang tua siswa juga. “Jika orang tuanya saja memperbolehkan penggunaan kendaraan pribadi, sekolah tidak akan bisa merubah pola pikir itu,” tegasnya.
Pada pihak lain, Rahvi, perwailan Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Kulonprogo, menyatakan sebenarnya sudah ada rencana untuk pengadaan bus sekolah. Rencana ini, ungkapnya, diinisiasi langsung oleh Dishub Provinsi DIY. “Namun, sejauh ini masih didiskusikan lagi dengan dishub-dishub lain kabupaten/kota,” ujarnya. (Humas UGM/Hakam)