Bencana gempa bumi yang melanda Nusa Tenggara Barat telah meluluhlantakkan perekonomian Lombok bagian utara. Hampir seluruh bangunan rumah dan gedung dalam kondisi rusak berat. Di Kecamatan Pemenang, Lombok Utara, misalnya, hampir seluruh bagunan kini rata dengan tanah, sisa-sisa bangunan yang dianggap tidak layak ditempati tersebut bahkan dirobohkan oleh warga karena berisiko akan runtuh apabila diguncang gempa kembali. Alhasil, banyak warga memilih tinggal dan hidup di tenda pengungsian untuk meminimalkan risiko. Setiap hari mereka memilah dan menyelamatkan beberapa sisa bangunan yang dianggap masih bisa dipakai seperti material batu bata, kusen jendela dan pintu.
Untuk meningkatkan rasa kenyamanan warga selama tinggal di tenda pengungsian, Fakultas Teknik UGM berinisiatif membangun rumah hunian transisi atau huntras. Rumah sementara ini dibangun di lokasi rumah warga dengan menggunakan bahan baja ringan dengan fondasi besi baja. Berukuran 3×6 meter, rumah hunian sementara ini diharapkan bisa memberi kenyamanan bagi warga.
Pembangunan rumah transisi ini dilakukan oleh mahasiswa KKN Peduli Bencana Lombok. Setiap hari mereka menyurvei rumah warga yang akan dibangun huntras, membantu membersihkan sisa-sisa puing reruntuhan dan mensosialisasikan program tersebut ke warga.
Farid Fadlillah (21) mengatakan ada 50 rumah yang akan dibangun huntras di Dusun Karang Pansor dan Karang Petak. Mahasiswa dari Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan Fakultas Teknik ini menuturkan ia bersama rekan mahasiswa lainnya melakukan pendataan terkait rumah-rumah yang dianggap paling membutuhkan. “Kita meminta data pada kepala dusun,”ujar Farid, Senin (3/8), ditemui di sela-sela pengerjaan huntras di dusun Karang Pansor, Desa Bangsal, Pemenang, Lombok Utara.
Menurutnya, tidak mudah mensosialisasikan program rumah hunian transisi ini karena yang akan dibangun hanya 50 buah rumah dari dua dusun, sementara untuk satu dusun berjumlah hampir 300-450 kepala keluarga yang sebagian rata-rata rumah mereka sudah dirobohkan. “Awalnya beberapa warga menolak karena merasa tidak enak dengan warga lainnya yang tidak dibangun, tapi setelah dilakukan pendekatan akhirnya mereka mau, warga mulai antusias dan ikut gotong royong,” katanya.
Untuk proses pengerjaan bangunan huntras ini mendatangkan para tukang las yang proses pengerjaannya diawasai oleh para mahasiswa. Sementara untuk pengerjaan dinding rumah yang menggunakan triplek bisa dilakukan sendiri oleh warga, sedangkan material disediakan oleh Fakultas Teknik UGM yang dibantu melalui dana bantuan Kementerian Perhubungan.
Ashar Saputra, ST., MT., Ph.D., dosen Fakultas Teknik yang membantu pembangunan huntras, mengatakan desain hunian transisi menggunakan desain dari Fakultas Teknik UGM. Konsep dari bangunan huntras diharapkan bisa menjadi bagian dari material bangunan hunian tetap warga selanjutnya. Sebab, pengalaman selama di daerah yang terkena gempa, banyak bekas bangunan hunian sementara tidak digunakan lagi atau bahkan dibuang karena material sudah rusak. “Dengan bangunan ini bisa digeser materialnya bisa digunakan untuk fondasi bangunan baru,”katanya.
Selain itu, manfaat dari bangunan ini, menurut Ashar, para warga yang menjadi korban bencana bisa terlindungi dari panas terik matahari dan hujan.”Kita berharap masyarakat tidak lagi tinggal di bawah tenda saat musim hujan, secepatnya bisa memindahkan warga ke sini (huntras),”katanya.
Proses pengerjaan satu buah unit rumah dibutuhkan sekitar waktu 6-7 jam. Sementara total biaya pengerjaan untuk satu unit rumah sebesar Rp13,5 juta. “Jika tidak dibikin begini, nanti kasihan, apakah mereka mau berlama-lama tinggal di tenda,”ujarnya.
Untuk proses pengerjaan rumah huntras ini pihak Fakultas Teknik UGM menggandeng Kukuh Sugiarto (45) salah seorang pemilik perushaan kontraktor lulusan Prodi Teknik Sipil UGM yang memiliki kepedulian untuk membantu proses pengerjaan hunian tempat tinggal sementara bagi warga.
Menurut cerita Kukuh, keterlibatannya dalam pembangunan huntras ini berawal dari inisiatifnya menghubungi salah seorang dosen Sekolah Vokasi UGM untuk membantu pemetaan gedung yang rusak akibat gempa di Mataram, Lombok. “Selanjutnya saya dihubungi pak Ashar, saya coba support sebagai sesama alumni, untuk proses pengerjaanya, saya menerapkan apa yang sudah didesain sekaligus melatih sepuluh pemilik bengkel las di Lombok,”katanya.
Menurut Kukuh, untuk sementra ini baru sekitar lima buah rumah yang sudah selesai pengerjaannya dan untuk sisa selanjutnya ia berharap mahasiswa bisa menjadi supervisi dalam setiap proses pengerjaan yang dilakukan oleh tukang.”Kita ingin mahasiswa mengerti setiap masalah dan mencari solusinya karena ada hal teknik dan sosial yang barangkali tidak mereka temukan di dunai kampus,”katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)