Pakar Hidrologi dari Fakultas Teknik UGM, Dr. Agus Maryono, mengajak masyarakat untuk terbiasa memanen air hujan di kala musim penghujan berlangsung. Kegiatan memanen air hujan sangat diperlukan untuk mengantisipasi dampak kekeringan yang terjadi saat musim kemarau berkepanjangan, apalagi diprediksi Elnino akan terjadi menjelang akhir tahun ini sehingga sebagian daerah akan terjadi kemarau panjang. “Kita seharusnya selalu waspada menghadapi kekeringan layaknya mengantisipasi bahaya banjir,” kata Agus kepada wartawan menanggapi dampak kekeringan yang melanda sebagain daerah di Indonesia, Jumat (14/9) di kampus UGM.
Menurut Agus dengan kekeringan saat musim kemarau dapat diantisipasi dengan memaksimalkan air hujan yang turun dengan cara membuat bak penampung atau menyalurkannya ke dalam sumur. “Mari kita kelola air hujan selama 4-6 bulan tersebut,” ujarnya.
Menurut Agus menampung air hujan sangat bagus untuk mengurangi ketergantungan penduduk terhadap PDAM. Menurutnya, para petani juga bisa memanfaatkan air hujan dengan membuat sumur atau kolam di sekitar lokasi pertanian.
Untuk rumah yang memiliki sumur panen hujan bisa dilakukan dengan mengalirkan air hujan dari atap melalui pipa air menuju sumur. Apabila tidak memiliki sumur bisa dilakukan dengan menggunakan bak penampung. Untuk menyaring air hujan dari kotoran debu di atap bisa digunakan penyaring sederhana seperti bahan kain dan kaos.
Namun demikian, imbuhnya, kebiasaan ini tidak dilakukan oleh masyrakat karena tidak terbiasa melakukan hal tersebut sehingga saat musim kemarau datang banyak daerah yang kekurangan sumber air. “Dahulu masyarakat sangat akrab dengan mengelola air hujan, namun sekarang sudah diserahkan ke urusan teknis, menyerahkankannya ke PDAM atau bagian irigasi untuk pertanian,” katanya.
Dikatakan Agus, untuk daerah pertanian seharusnya petani terbiasa membuat kolam ikan di persawahan dengan menggunakan air hujan sehingga saat musim kemarau datang sisa air kolam masih merembes di sekitar persawahan. “Air hujan bisa dimanfaatkan untuk perikanan,” katanya.
Selain itu, Agus juga mengajak masyarakat untuk terbiasa mencari sumber mata air, bahkan mengelola sumur tua yang sudah lama tidak terpakai untuk dikelola agar bisa menampung air hujan. Menurutnya, keperluan tersebut sangat penting untuk menampung air hujan dan bisa digunakan saat musim kemarau sudah tiba.
Menjawab pertanyaan wartawan soal layak dan tidaknya air hujan dikonsumsi, menurutnya, air hujan di Indonesia masih layak untuk dikonsumsi. Ia sudah melakukan penelitian hinga 20-an kali soal tingkat keasaman air hujan di berbagai daerah di Indonesia seperti di Yogyakarta, Bali, Bogor dan Jakarta. Dari hasil temuan tersebut rata-rata tingkat derajat keasaman (pH) air hujan mencapai 7,2 hingga 7,4. “Layak untuk dikonsumsi, namun untuk air hujan pertama hingga ketiga sebaiknya jangan dulu dikonsumi dan digunakan untuk keperluan lainnya karena masih berisi debu dan polusi lainnya,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)