Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan norma hukum yang berlaku mengikat untuk semua warga Negara Indonesia dimana pun berada. Adanya undang-undang yang mengatur tentang perkawinan, termasuk mengenai kekeluargaan, tidak lepas dari teleologis dari pembentukannya. Demikian bagian akhir yang disampaikan Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, S.H., M.H saat melaksanakan pidato pengukuhan sebagi Guru Besar Fakultas Hukum UGM hari Senin (12/12/2005).
Dalam pidato berjudul “Orientasi Nilai Filsafat Hukum Keluarga: Refleksi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan†dikatakan Abdul Ghofur, bahwa perkawinan dan kekeluargaan sebagaimana mestinya diatur dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 memiliki aspek aksiologis, yaitu aspek manfaat baik bagi warga Negara maupun bagi Negara yang berperan untuk mewujudkan ketenteraman dan keadilan bagi rakyatnya. Aturan-aturan di dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974 hanyalah sebagai sarana mengatur tata tertib lalu lintas dalam kehidupan warga Negara. Baik buruknya hidup kekeluargaan dan perkawinan dari sebuah keluarga yang dibentuk atas dasar perkawinan akan sangat ditentukan oleh pemahaman individu yang bersangkutan akan makna filosofis perkawinan dan keluarga. “Nilai-nilai hukum keluarga termasuk pula nilai-nilai hidup perkawinan akan memberikan hasil manfaat yang baik bilamana seorang laki-laki dan seorang perempuan yang menjalani kehidupannya dalam bentuk sebuah keluarga itu senantiasa berpegang pada nilai-nilai filsafat yang terkandung di dalam setiap aspek kehidupan kekeluargaan dan perkawinannyaâ€, ungkap Abdul Ghofur di Balai Senat UGM.
Lebih lanjut dosen Fakultas Hukum UGM ini menguraikan, Indonesia sebagai sebuah Negara yang berdaulat memiliki sistim hukum sendiri, termasuk dalam mengatur hukum perkawinan dan keluarga. Hakikat dasar kodrat ontologi manusia yang mendasari makna hidup keluarga dan perkawinan adalah bersumber dari nilai-nilai Pancasila sebagaimana terdapat di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi grundnorm Negara Republik Indonesia. “Karena itu disadari betapa pentingnya memahami hukum dari aspek filosofis bagi semua pihak, baik pengajar, mahasiswa, praktisi, penegak hukum, masyarakat maupun aparat Negara. Bilamana semua itu dapat dilakukan, Insya Allah cita-cita hidup bernegara yang tertib dan damai dapat diwujudkanâ€, tandas pria kelahiran Ngawi, 9 Agustus 1946 (Humas UGM).