World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta menyelenggarakan Goyang Bareng Wolbachia pada Jumat (14/9) di Kafe IKM, Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM. Acara yang mengusung konsep bincang santai dengan selingan musik ini bertujuan untuk mengenalkan penanganan alternatif terhadap Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan bakteri alami Wolbachia.
Prof. Adi Utarini, salah satu Peneliti WMP Yogyakarta, menyatakan metode penanganan ini sudah dikembangkan sejak 2011 lalu.
“Pada tahun 2010, peneliti Australia sudah mengawali penelitian ini, setahun setelahnya, FK-KMK bergabung dengan dukungan Yayasan Tahija,” ujar wanita yang akrab disapa Uut ini.
Uut memaparkan Wolbachia adalah bakteri yang biasa tumbuh dan berkembang serangga, termasuk nyamuk. Jika bakteri ini memasuki nyamuk Aedes Aegypti yang biasa membawa virus DBD, lanjutnya, ia akan menekankan pertumbuhan virus tersebut. Dengan demikian, ketika nyamuk ini menghisap manusia, virus DBD tidak akan ikut tertularkan.
Uut menerangkan bahwa WMP ini sebelumnya bernama Eliminate Dengue Program (EDP). Namun, setelah dilakukan peneltian lebih lanjut, ternyata penerapan Wolbachia ini tidak hanya untuk nyamuk DBD saja, tetapi juga malaria dan zika, dan akhirnya program ini diubah menjadi WMP.
Kemudian, Uut menjelaskan, bakteri Wolbachia dapat diturunkan dari nyamuk satu ke yang lain melalui reproduksi. “Nyamuk Aedes aegypti betina yang membawa bakteri Wolbachia dalam selnya bisa menurunkan ke anak-anak yang menetas dari telurnya. Sebaliknya, jika nyamuk Aedes Aegypti jantan yang membawa bakteri tersebut, hanya akan menyebabkan telur yang dibuahinya tidak menetas,” tuturnya.
Oleh karena itu, Uut menyebutkan bahwa target WMP Yogyakarta sekarang adalah menyebarkan telur nyamuk yang sudah mengandung bakteri Wolbachia ke tempat yang rawan DBD di Yogyakarta.
“Telur nyamuk tersebut kita taruh di ember yang kemudian disebar ke rumah-rumah warga yang mau menerimanya,” ujarnya.
Uut mengungkapkan bahwa penyebaran di Yogyakarta sudah dilakukan sejak 2014. Saat ini, WMP bahkan sudah memiliki insektarium untuk mengembangbiakan nyamuk, tepatnya di Sekip N-14, UGM. “Hambatannya sekarang tinggal persetujuan masyarakat untuk menerima penyebaran bibit nyamuk ini,” sebutnya.
Selama ini, Uut menjabarkan bahwa WMP Yogyakarta telah melakukan berbagai upaya pendekatan kepada masyarakat semisal sosialisasi, seni, dan olahraga. “Hal itu seperti penggunaan media seni mural di Kampung Kricak, Yogyakarta,” tuturnya.
Upaya tersebut dibenarkan oleh Ranggoaini Jahja, Ketua Bagian Media dan Komunikasi WMP Yogyakarta. Semua upaya itu, menurutnya, salah satu inovasi WMP Yogyakarta agar masyarakat ikut terlibat langsung dalam program ini.
“Cara konvensional menganggap masyarakat hanya sebagai objek penelitian yang dijejali berbagai informasi penelitian saja. Sebaliknya, kami ingin menjadikan masyarakat sebagai subjek yang juga memiliki program ini demi tercapai keberhasilan,” ungkap wanita yang biasa disapa Nike ini.
Untuk selanjutnya, Nike berharap jika program ini berhasil, pemerintah dapat ikut menyebarkan ke berbagai daerah lain di Indonesia. “Kita disini hanya untuk menunjukkan bahwa penelitian kami berhasil diterapkan secara efektif di Yogyakarta, selanjutnya pemerintah bisa menetapkannya sebagai program berskala nasional,” pungkasnya. (Humas UGM/Hakam)