Australian Government dan The Asia Foundation menyelenggarakan diskusi publik bertajuk ‘Inklusi Sosial : Jembatan Menuju Indonesia Setara Semartabat’ pada Sabtu (15/9) di Selasar Barat FISIPOL UGM. Bekerja sama juga dengan FISIPOL UGM, diskusi ini bertujuan untuk memaparkan sejauh mana Program Peduli, yang diinisiasi oleh Kementrian Koordinator bidang Pembangunan Manusia Kebudayaan (KEMENKO PMK), berjalan.
Erman Rahman, Direktur The Asia Foundation, mengungkapkan bahwa terdapat tiga hal penting yang perlu diperbaiki dalam mengatasai masyarakat marginal. Tiga hal tersebut pulalah yang mendorong Program Peduli dirancang.
“Program Peduli dirancang untuk memperbaiki 3 hal, antara lain penerimaan sosial dari warga masyarakat sekitar, akses pada layanan dasar (pendidikan, kesehatan, status kependudukan), bagaimana adanya kebijakan pemerintah yang dapat dimiliki oleh kelompok-kelompok marginal,” papar Erman.
Erman menyebutkan sejumlah kelompok masyarakat marginal yang dijangkau Program Peduli, yakni masyarakat adat dan lokal terpencil yang tergantung pada sumber daya alam; korban diskriminasi, intoleransi dan kekerasan berbasis agama dan kepercayaan; korban pelanggaran berat HAM masa lalu; orang dengan disabilitas; anak dan remaja rentan yang dibagi menjadi anak yang menjalani masa pidana penjara, anak yang menjadi korban eksploitasi seksual, anak buruh migran; serta transpuan (waria).
Menurut Sheila Kartika, Program Owner Program Peduli, alasan di balik pemilihan kelompok-kelompok marginal tersebut karena sesuai dengan pilar – pilar yang ada di Program Peduli. “Beberapa kelompok tersebut dipilih oleh Program Peduli untuk dipandu karena mereka dianggap populasi tertinggi sebagai masyarakat marginal dan paling rentan dalam menghadapi stigma atau eksklusi di masyarakat serta diskriminasi,” tuturnya.
Sheila menekankan bahwa hal paling mendasar yang menyulitkan kelompok marginal adalah sulitnya mendapatkan akses status kependudukan . Hal itu yang kemudian menyulitkan mereka dalam beraktivitas. “Itulah mengapa Program Peduli membantu mereka dalam mendapatkan status kependudukan,” tegasnya.
Peserta diskusi mengapresiasi terselenggaranya diskusi dengan tema semacam ini. Salah satunya seperti yang diungkapkan Aurora Abel. Ia berharap dengan adanya diskusi ini dapat meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kelompok marginal.
Abel mengungkapkan salah satu kelompok marginal yang ia rasa paling dekat dengan masyarakat adalah orang dengan disabilitas. “Mereka tidak memiliki akses penuh terhadap fasilitas publik, contohnya saja di kampus ini. Fasilitas di kampus ini, menurutku, belum ramah dengan orang – orang yang menyandang disabilitas,” pungkasnya. (Humas UGM/Hakam)