Pakar Manajemen sekaligus Ketua Program MM FEB UGM, Hani Handoko, M.B.A., Ph.D., mengatakan kreativitas bisa dilatih bukan dibawa sejak lahir. Meski tidak semua orang bisa menjadi inovator, namun melahirkan manusia kreatif dan inovatif bisa dilatih dengan menggali ide dan mengeksekusi ide tersebut ke masyarakat. “Kreatifitas bukan dibawa sejak lahir, tapi bisa dilatih,” kata Hani Handoko saat membuka talkshow yang bertajuk Menemukan Masalah, Menggali Ide Bisnis, di ruang Auditoriium MM UGM, Jumat (21/9).
Menurut Hani, seorang Steve Jobs yang dikenal sebagai inovator teknologi ternyata bisa melahirkan karya inovasi dengan melatih diri. Ia menceritakan kisah Steve Jobs yang awalnya menemukan sebuah masalah ketika komputer yang dihidupkan menimbulkan suara bising karena adanya suara motor kipas dalam perangkat kerasnya. “Bayangkan ia sampai ke India kontemplasi untuk mencari ide,” katanya.
Ia pun mengharapkan anak-anak muda bisa melahirkan kreatifitas serupa dengan melahirkan ide baru dan mampu mengimplementasikannya menjadi sebuah ide bisnis. “Setiap ada masalah muncul ide, bukan lagi gerutuan,” katanya.
Namun demikian, imbuh Hani, untuk mengeksekusi sebuah ide tentu tidak mudah bahkan banyak tantangan yang harus dihadapi dan diatasi apalagi dalam rangka mengembangkan sebuah usaha bisnis rintisan atau startup, “Usaha rintisan bisa menjadi solusi untuk penciptaan lapangan kerja dan permasalahan sosial saat ini,” katanya.
Deputi Program MM UGM, Bayu Sutikno, Ph.D, menuturkan aspek pendanaan masih menjadi kendala terbesar bagi pengembangan bisnis rintisan di Indonesia. Selain itu, soal tarif perpajakan dan perlindungan konsumen masih jadi persoalan yang banyak ditemukan di lapangan. “Ibarat bayi, startup yang baru bangun itu sudah dikenai pajak, selanjutnya aturan perlindungan konsumen masih perlu diperbaiki karena urusan privasi dan kualitas produk sangat diperlukan,” katanya.
Fadli Wilihandarwo, CEO startup Pasienia, mengatakan ia sempat mengalami kegagalan dalam masa pengembangan aplikasi yang menghubungkan komunikasi antar pasien tersebut. “Meski sempat menang di kompetisi google, saat launch kita memiliki 3.000 user, namun pernah turun hingga tinggal 5 user saja,” kenangnya.
Pengalaman tersebut, menurutnya, sangat berarti baginya selaku founder aplikasi tersebut hingga ia bersama ketiga rekannya mengevaluasi penyebab user meninggalkan layanan aplikasi tersebut. ,”Kegagalan menjadi penyemangat, jangan sampai setiap kegagalan membuat kita terhenti berkreasi,” ujarnya.
Head of Marketing Communications Kantor Innovative Academy (IA) UGM, Alex Dharmawangsa, mengatakan Pasienia merupakan hasil binaan dari program Innovative Academy UGM yang sudah dirintis sejak 2014 lalu. Program ini diperuntukan bagi mahasiswa untuk menyalurkan ide kreatif mereka dalam bidang dunia digital.“Melalui IA kita mengajak mahasiswa mengubah pola pikir, membuat solusi dari setiap masalah, selanjutnya solusi tersebut bisa dieksekusi dan divalidasi,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)