
Pemerintah diharapkan dapat membenahi kebijakan perberasan nasional. Salah satunya mengintegrasikan kembali kebijakan di hulu, tengah, dan hilir dengan menyediakan anggaran baru yang mencukupi bagi penyaluran beras hasil pengadaan harga pembelian pemerintah (HPP) dan stok yang dikelola Bulog.
Hal tersebut menjadi salah satu rekomendasi yang dihasilkan para alumni Fakultas Pertanian UGM dalam cara Temu Alumni Fakultas Pertanian UGM, Minggu (23/9) di kampus setempat. Kegiatan tersebut merupakan rangkaian kegiatan Dies Fakultas Pertanian UGM ke-72.
Pada acara yang dihadiri ratusan alumni berbagai angkatan tersebut, para alumni Fakultas Pertanian UGM yang ahli di bidang perberasan mengadakan diskusi tentang carut marut beras Indonesia. Sejumlah alumni yang hadir, antara lain Mantan Kabulog dan Dirjen Tanaman Pangan, Ir. Sutarto Alimoeso, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB, Prof. Dr. Dwi Andreas Santosa, Dekan Fakultas Pertanian UGM, Dr. Jamhari Hadipranoto, Guru Besar Fakultas Pertanian UGM, Prof. Dr. Ir. Dwidjono Hadidarwanto, Prof. Dr. Ir. Didik Indradewa dan Prof. Dr. Ir. Masyhuri, Guru Besar Fakultas Pertanian UNS, Prof. Dr. Ir Suntoro.
Berikutnya, Dekan Fakultas Pertanian UNS, Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, Ir. Agus Saefullah (pensiunan Bulog), Ir. Arif Budiman, Ketua PP Kagama Pertanian, Ir. Y. Hari Hardono, Wakil Dekan Fakutas Pertanian UGM/Wakil Ketua Kagama Pertanian, Dr. Ir. Sri Nuryani Hidayah Utami dan Sekjen, Prof.Dr.Ir. Achmadi Priyatmojo.
Dekan Fakultas Pertanian UGM, Dr. Jamhari, mengatakan apabila anggaran baru sulit maka perlu dikembalikan anggaran rastra (subsidi pangan) yang sekarang sudah berubah menjadi bansos. Kendati begitu hal ini juga tidak mudah sehingga akan lebih mudah jika mengintegrasikan bansos dengan program ketahanan pangan yaitu dengan kewajiban penyaluran bansos dalam bentuk natura (beras).
“Untuk itu perlu ada regulasi baru atau perubahan regulasi dalam penyaluran bansos tunai atau revisi Perpres No. 63 Tahun 2017,” jelasnya dalam rilis yang diterima Senin (24/9).
Jahmari menyampaikan rekomendasi lain yang dihasilkan dalam pertemuan tersebut adalah menekankan satu data perberasan yang akurat. Sementara dalam impor beras setidaknya pemerintah dan Bulog menggunakan tiga acuan utama, yakni produksi beras nasional,harga, dan stok.
“Stok ini selalu harus dihitung untuk kebutuhan 1 tahun plus 2-3 bulan ke depan. Bulog bersama pemerintah harus cermat menghitung stok dan produksi beras,” ucapnya.
Evaluasi impor beras, kata dia, juga perlu dilakukan setiap saat dengan melihat posisi kesediaan beras di Bulog. Selain itu, perlu segera dibentuk Lembaga Pangan Nasional seperti yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang No.18 Tahun 2012 untuk menekan persoalan koordinasi antara lembaga perberasan maupun kebijakannya. Tidak hanya itu, antar lembaga pemerintah diharapkan dapat bersinergi satu sama lain.
“Kebijaksanaan yang diambil harus bermuara kepada kesejahteraan rakyat, terutama petani,” pungkasnya.(Humas UGM/Ika)