Kajian tentang Pura Besakih ternyata mengandung makna yang luas dalam kehidupan umat Hindu Bali. Keberadaan fisik bangunan Pura Besakih, tidak sekedar tempat ibadah terbesar di pulau Bali, namun didalamnya memiliki keterkaitan latar belakang dengan makna Gunung Agung. Sebuah gunung tertinggi di pulau Bali yang dipercaya sebagai arwah serta alam para Dewata. Sehingga tepatlah kalau di lereng Barat Daya Gunung Agung dibuat bangunan suci Pura Besakih yang bermakna filosofis. Demikian diungkapkan Wisnu Minsarwati, S.T., M.Hum saat ujian doktor hari Kamis, 22 Desember 2005 di ruang seminar Sekolah Pascasarjana UGM.
Kata dosen UPN Yogyakarta ini, makna filosofis yang terkadung di Pura Besakih dalam perkembangannya mengandung unsur-unsur kebudayaan yang meliputi: 1) Sistim pengetahuan, 2) Peralatan hidup dan teknologi, 3) Organisasi social kemasyarakatan, 4) Mata pencaharian hidup, 5) Sistim bahasa, 6) Religi dan upacara, dan 7) Kesenian. “Ketujuh unsur kebudayaan itu diwujudkan dalam wujud budaya ide, wujud budaya aktivitas, dan wujud budaya material. Hal ini sudah muncul baik pada masa pra-Hindu maupun masa Hindu yang sudah mengalami perkembangan melalui tahap mitis, tahap ontologi dan tahap fungsionalâ€, ujar Wisnu Minsarwati, perempuan kelahiran Majenang 27 Februari 1969.
Pura Besakih sebagai objek penelitian menurut Wisnu, berkaitan dengan kehidupan sosial budaya masyarakat yang berada di Kabupaten Karangasem Provinsi Bali. Berdasar penelitiannya, bangunan fisik Pura Besakih telah mengalami perkembangan dari kebudayaan pra-hindu dengan bukti peninggalan menhir, punden berundak-undak, arca, yang berkembang menjadi bangunan berupa meru, pelinggih, gedong, maupun padmasana sebagai hasil kebidayaan masa Hindu. “bahwa latar belakang keberadaan bangunan fisik Pura Besakih di lereng Gunung Agung adalah sebagai tempat ibadah untuk menyembah Dewa yang dikonsepsikan gunung tersebut sebagai istana Dewa tertinggiâ€, ungkap Wisnu Martani menunjukkan hasil penelitiannya. Menurutnya, pada tahapan fungsional manusia Bali menemukan jati dirinya sebagai manusia homo religius dan mempunyai budaya yang bersifat sosial religius, bahwa kebudayaan yang menyangkut aktivitas kegiatan selalu dihubungkan dengan ajaran Agama Hindu. Dalam budaya masyarakat Hindu Bali, ternyata makna Pura Besakih diidentifikasi sebagai bagian dari perkembangan budaya sosial masyarakat Bali dari mulai pra-Hindu yang banyak dipengaruhi oleh perubahan unsur-unsur budaya yang berkembang, sehingga mempengaruhi perubahan wujud budaya ide, wujud budaya aktivitas, dan wujud budaya material. “Perubahan tersebut berkaitan dengan ajaran Tattwa yang menyangkut tentang konsep ketuhanan, ajaran Tata-susila yang mengatur bagaimana umat Hindu dalam bertingka laku, dan ajaran Upacara merupakan pengaturan dalam melakukan aktivitas ritual persembahan dari umat kepada TuhanNya, sehingga ketiga ajaran tersebut merupakan satu kesatuan dalam ajaran Agama Hindu di Baliâ€, tandas Wisnu Minsarwati (Humas UGM).