Di era pemerintahan saat ini, program pembangunan infrastruktur dengan gencar dikerjakan di berbagai wilayah di Indonesia. Mengingat tujuan akhir dari infrastruktur sendiri adalah untuk memberikan manfaat kepada masyarakat, proses perencanaan serta pembangunannya perlu memperhatikan pemanfaatannya di kemudian hari.
“Perkembangan dan pembiayaan infrastruktur saat ini cukup besar, pertanyaannya apakah itu sudah memberikan kemanfaatan kepada semua pihak. Pembangunan infrastruktur bukan hanya mengejar output tetapi impact. Tidak hanya efisien, tetapi juga harus efektif,” tutur peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (PUSTRAL) UGM, Dwi Ardianta Kurniawan.
Hal ini ia sampaikan dalam diskusi bulanan PUSTRAL bertajuk “Prioritas Pembangunan Jalan di Indonesia” yang diselenggarakan pada Rabu (26/9). Dalam diskusi ini ia memaparkan hasil penelitiannya terkait capaian kerja sektor jalan serta analisis manfaatnya.
Penempatan pembangunan infrastruktur sebagai prioritas, menurutnya, nyata dari porsi pembiayaan pada tahun 2018 yang meliputi 18,6% dari total belanja pemerintah. Laporan kinerja Kementerian PUPR yang ia kutip menunjukkan bahwa terdapat pencapaian yang cukup mengesankan pada output panjang jalan yang ditingkatkan, yang melampaui target hingga 3 kali lipat. Meski demikian, ia mencatat ada beberapa indikator yang belum memenuhi target.
Ia juga menyebutkan bahwa Indonesia masih tertinggal dari beberapa negara tetangga dalam hal daya saing infrastruktur dan kualitas jalan.
“Sebagian besar indikator outcome menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Tetapi, indikatornya masih rendah dalam pemanfaatan infrastruktur. Daya saing infrastruktur kita masih lebih rendah dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, serta Thailand,” jelasnya.
Selain itu, biaya transportasi darat di Indonesia masih cukup tinggi sementara konektivitas antarpusat kegiatan ekonomi masih terbilang rendah. Hal ini, menurut Dwi, bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti adanya kesenjangan antara kebutuhan dan realisasi, kualitas pelaksanaan di lapangan yang tidak sesuai standar, penggunaan yang berlebih dibanding standar, serta berbagai problem dalam perencanaannya.
“Perlu prioritas penanganan infrastruktur pada lokasi dan waktu yang tepat,” ucapnya.
Dwi memaparkan beberapa pilihan strategi, di antaranya strategi pertumbuhan dengan indikator peningkatan pendapatan masyarakat, serta strategi pemerataan dengan indikator pemberian akses pada kelompok masyarakat miskin. Analisis prioritas, ujarnya, dapat dilakukan pada level pemilihan program yang berdampak paling besar. (Humas UGM/Gloria)