
Ganguan tiroid adalah kondisi kelainan pada seseorang akibat adanya gangguan kelenjar tiroid, baik gangguan pembentukan atau perubahan bentuk maupun gangguan fungsi kelenjar (berlebihan atau berkurang). Kekurangan atau kelebihan hormon tiroid ini tentu memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan berbagai jaringan, termasuk sistem saraf dan otak.
dr. Kristy Iskandar, M.Sc., Ph.D., Sp.A, mengatakan hormon tiroid memiliki arti penting bagi pertumbuhan anak-anak. Berkurangnya hormon ini pada anak-anak akan mengakibatkan pertumbuhan fisik anak pendek.
“Yang tak kalah penting hormon tiroid ini juga berpengaruh terhadap perkembangan syaraf pusat atau otak. Ketika kekurangan hormon ini berakibat gangguan keterbelakangan mental dan IQ anak,” katanya di Auditorium Kresna, RSA UGM, Kamis (27/9) saat berlansung seminar Awam Gangguan Tiroid: Mengenali Gejala dan Obati Secara Tuntas.
Mengupas topik Gangguan Tiroid pada Anak, Kristy Iskandar menyatakan kelebihan hormon tiroid akan mengakibatkan hipertiroid, sebaliknya kekurangan hormon ini mengakibatkan seseorang akan mengidap hipotiroid. Sementara, kejadian hipotiroid kongenital atau kekurangan hormon tiroid sejak lahir jika tidak diketahui dan diobati sejak dini berakibat pada gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
“Tiroid Kongenital ini adalah kondisi yang sejak lahir sudah dibawa,” katanya.
Kristy menyebut angka gangguan hipertiroid kongenital ini sebesar 1:2500 bayi lahir sehingga jika setiap tahun 5 juta bayi lahir di Indonesia maka terdapat 1600 bayi hipotiroid kongenital setiap tahunnya.
“Sayangnya 70 persen penderita hipotiroid kongenital ini terdeteksi ketika sudah berusia lebih dari 1 tahun,” katanya.
Padahal, menurutnya, perlu dilakukan skrining hipotiroid kongenial sesegera mungkin, yaitu dilakukan pemeriksaan laboratorium darah bayi baru lahir, dan pengambilan spesimen darah ini yang idealnya umur bayi 48 jam sampai 72 jam.
“Dengan deteksi dini mestinya bisa dilakukan intervensi pengobatan dengan L-thyroxine. Dengan begitu, anak akan tumbuh kembang normal dan bisa melewati “golden period” secara ideal di 1 bulan pertama kehidupan,” imbuhnya.
Pembicara lain, dr. Esti Risanto, Sp.OG dari RSA UGM menjelaskan perkembangan penyakit tiroid sering berjalan pelan dan berbahaya. Tanda dan gejalanya sering disalahartikan oleh pasien.
“Dapat terdiagnosis sebagai kondisi lain, semisal hiperlipidemia, haid tidak teratur, monopause atau depresi,” ungkapnya.
Menurut Esti Risanto, antara gangguan tiroid dan kehamilan memiliki banyak kesamaan gejala, diantaranya mudah lelah, mual, kenaikan berat badan, perubahan pada kulit, rambut dan kuku.
“Juga gangguan pada tidur, konstipasi, nggliyer atau pusing, perubahan mood dan nyeri kepala,” katanya.
dr. Novita Krisnaeni, MPH, Kepala P2P Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, menyatakan tiroid ini mengganggu metabolisme dalam tubuh dan akan menimbulkan penyakit-penyakit pada diri seseorang. Ia berharap dengan penyelenggaraan seminar ini masyarakat bisa lebih tahu bahaya terkait penyakit tiroid.
“Biasanya masyarakat datang ketempat pelayanan kesehatan terlambat atau karena tidak tahu. Tidak menyadari seseorang mengidap penyakit tiroid. Dengan kegiatan ini diharapkan bisa membantu menyebarluaskan dan bisa mendeteksi secara dini penyakit-penyakit tiroid dan bisa ditangani sedini mungkin,” katanya.
Prof. Dr. dr. Elisabeth Siti Herini, Sp.A(K), Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan, RSA UGM mengakui penyakit kelenjar tiroid termasuk kelainan non-infeksi. Menurutnya, penyakit hipotiroid ataupun hipertiroid merupakan kelainan penyakit yang penyembuhannya long-life.
“Ia diidap sepanjang hidup, tidak sembuh tetapi terkontrol. Bisa terkontrol tapi tidak bisa sembuh total karena itu penderita harus patuh berobat,” katanya. (Humas UGM/ Agung)