
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM mengumpulkan belasan pakar politik dari dalam dan luar negeri untuk membahas perkembangan politik dan demokrasi di Indonesia pasca 20 tahun reformasi. Pertemuan para pakar politik yang dikemas dalam Workshop Internasional bertemakan“Reflection on 20 Years ‘Reformasi’ in Indonesia” ini berlangsung selama tiga hari yang dimulai pada 26-28 September di Prime Plaza Hotel Yogyakarta.
Dr. Nanang Indra Kurniawan selaku ketua penyelenggara mengungkapkan tujuan diadakannya workshop internasional ini adalah untuk mendiskusikan kembali masalah dan capaian demokratisasi Indonesia dalam 20 tahun pascareformasi. “Kita upayakan dengan cara mengumpulkan naskah-naskah berkualitas yang dapat berkontribusi dalam pemahaman isu ini. Nantinya naskah-naskah tersebut akan diterbitkan dalam jurnal,” kata Nanang dalam rilis yang dikirim kepada wartawan, Senin (1/10).
Nanang menyebutkan beberapa pakar yang hadir dalam workshop tersebut, diantaranya Prof. Gerry Van Klinken (The Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies), Prof. Olle Törnquist (University of Oslo), Prof. Meredith L. Weiss (University at Albany, State University of New York), Prof. Purwo Santoso (Universitas Gadjah Mada), Dr. Max Lane (The Institute of Southeast Asian Studies), Prof. Cornelis Lay (Universitas Gadjah Mada), Najib Azca, Ph.D (Universitas Gadjah Mada), Aris Arif Mundayat (Universitas Pertahanan), Prof. Stale Agen Rye (Norwegian University of Science and Technology), Dr. Nicolaas Warouw (University of New South Weles), dan Dr. Amalinda Savirani (Universitas Gadjah Mada). Tidak hanya itu, hadir juga beberapa reviewer seperti, Dr. Wawan Mas’udi (Universitas Gadjah Mada), Dr. Nanang Indra Kurniawan (Universitas Gadjah Mada), Dr.rer.pol. Mada Sukmajati (Universitas Gadjah Mada), dan Prof. Kristian Stokke (University of Oslo).
Pakar politik dari Fisipol UGM, Prof. Cornelis Lay, mengatakan dalam 20 tahun pascareformasi demokrasi pemahaman demokrasi oleh sebagian masyarakat masih sebatas dari proses pemilihan semata, bukan dari substansi dan tujuan dari proses demokratisasi yang seharusnya ingin dicapai. “Cara kita memahami demokrasi mengalami proses reduksi yang luar biasa. Demokrasi kini dipahami secara sempit yang terbatas pada ‘pemilihan’,”ujarnya.
Dekan Fisipol UGM, Dr. Erwan Agus Purwanto, M.Si., mengatakan pertemuan para pakar politik ini bisa mendorong kemajuan hasil riset di bidang politik dan demokrasi yang dituangkan dalam jurnal ilmiah. “Bukan hal yang mudah untuk menciptakan jurnal akademik. Tugas yang paling menantang adalah menciptakan tulisan yang baik dan berkualitas dengan model kerja sama yang baik,”katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)