
Peraturan perencanaan ruang terbuka pubik di Kota Yogyakarta belum sepenuhnya berperspektif pengarusutamaan gender. Pasalnya, implementasi peran serta masyarakat dalam perencanaan ruang terbuka publik masih menunjukkan ketimpangan gender bagi perempuan. Oleh karena itu, penting dirumuskan strategi pembaruan peraturan perencanaan ruang terbuka publik yang mengintegrasikan pengarusutamaan gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender perencanaan ruang terbuka publik di Kota Yogyakarta.
Hal itu dikemukakan oleh mahasiswa Program Doktor Fakultas Hukum UGM, Indah Nur Shanty Saleh, saat menyampaikan hasil penelitian disertasinya pada ujian terbuka promosi doktor di Fakultas Hukum UGM, Selasa (2/10). Penelitian disertasinya yang berjudul Perencanaan Ruang Terbuka Publik Dalam Perspektif Pengarusutamaan Gender di Kota Yogyakarta menyampaikan temuan bahwa aturan perencanaan Ruang Terbuka Publik (RTP) di Kota Yogyakarta belum sepenuhnya mengintegrasi pengarusutamaan gender atau responsif gender dikarekan belum optimalnya landasan hukum integrasi pengarusutamaan gender di Kota Yogyakarta. “Kondisi ini memengaruhi implementasi pengarusutamaan gender dalam pembangunan termasuk dalam bidang penataan ruang di Kota Yogyakarta,” kata Indah.
Ia menambahkan perencanaan ruang dalam RTP di Kota Yogyakarta ditemukan pengaturannya dalam bentuk peraturan daerah yakni Perda Kota Yogyakarta No.2 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta tahun 2010-2019 dan Perda Kota Yogyakarta No. 1 tahun 2015 tentang Recana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kota Yogyakarta tahun 2015-2035. Kedua perda tersebut memiliki korelasi dengan keberadaan dua perda lain yang berkenaan dengan perencanaan pembangunan.
Dari hasil penelitian tersebut ia mengusulkan adanya strategi pembaruan aturan perencanaan RTP agar mengintegrasi pengarusutamaan gender. Sebab, keberadaan ruang terbuka publik (RTP) sebagai bagian dari ruang yang menjadi hak perempuan sekaligus menjadi objek dari kesetaraan dan keadilan gender. Apalagi, Undang-Undang Perencanaan Ruang (UUPR) mengamanatkan perencanaan tata ruang wilayah kota harus memuat rencana penyediaan dan pemanfaatan RTH yang luas minimal sebesar 30% dari luas wilayah kota yang terdiri dari RTH publik 20% dan 10% terdiri dari RTH privat.
Selain itu, kata Indah, pembaruan diarahkan pada Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Perda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang di dalamnya terdapat muatan aturan perencanaan ruang (RTP). Strategi pembaruan peraturan berawal dari konsep ideal peraturan perencanaan RTP yang mengintegrasi pengarusutamaan gender. Selain berpedoman pada Pancasila, konsep ideal perencanaan RTP yang mengintegrasi pengarusutamaan gender di Kota Yogyakarta juga harus sinkron secara vertikal dan horizontal dengan peraturan perundang-undangan yang telah diterapkan. (Humas UGM/Gusti Grehenson)