Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri Indonesia dan India menyelenggarakan ‘Indonesia-India Interfaith Dialogue’ mulai Rabu (3/10) hingga Jumat (5/10). Kegiatan yang terdiri dari beberapa acara ini, yakni Public Lecture, Photo Exhibition, dan Movie Screening, bertujuan untuk memperingati 150 tahun kelahiran Mahatma Gandhi.
H.E. Mr. Shri M.J. Akbar, Menteri Luar Negeri Republik India yang hadir mengisi public lecture, menyampaikan Gandhi bagi masyarakat India tidak hanya seorang pemikir, tapi juga aktif turun juga. Ia aktif berpolitik dengan memanfaatkan posisinya sebagai pengacara untuk memperjuangkan hak-hak rakyat India yang kala itu dikolonisasi oleh Inggris.
Kala itu, cerita Akbar, pemerintahan kolonial Inggris di India menyebut bahwa mereka tidak akan runtuh paling tidak selama 400 tahun. Namun, argumen tersebut terpatahkan karena kurang dari 40 tahun sejak Gandhi memulai aksi pembebasannya 1919, kuasa Inggris sudah lepas dari India.
Akbar menyebut bahwa Gandhi membuat rakyat India merefleksikan dirinya dengan memperkenalkan nasionalisme India. “Dahulu India sama seperti negara jajahan di Asia lainnya yang terdiri dari kerajaan-kerajaan. Ketika Gandhi hadir, nasionalisme diperkenalkan tidak dengan pimpinan seorang sultan atau raja, melainkan oleh pemimpin yang dipilih oleh rakyat,” ungkapnya.
Gandhi, tutur Akbar, membawa gerakan modernisasi di India dengan berlandaskan tiga hal. Pertama, tiap warga negara berhak untuk menyuarakan pendapatnya, tidak harus yang hanya masuk akal. Kedua, kebebasan dalam menganut kepercayaan dengan semangat keadilan. Ketiga, kesetaraan dan emansipasi gender sehingga wanita tidak hanya sebagai Ibu rumah tangga.
“Mengenai poin terakhir, Gandhi menyebutkan bahwa wanita adalah kunci kemajuan suatu bangsa. Ia menjadikannya sebagai pusat kebijakan ekonominya kala itu. Ketika sebuah negara berinvestasi pada wanitanya maka negara tersebut telah menggenggam masa depannya,” tuturnya.
Menurut Akbar, perjuangan Gandhi ini telah banyak menginspirasi pemimpin-pemimpin besar lain di dunia. Perjuangan untuk meraih kemerdekaan di India, lanjutnya, sebenarnya juga mirip dengan yang telah terjadi di Indonesia. “Bahkan, ideologi Pancasila Indonesia mirip dengan ajaran Gandhi yang berisi kebebasan memeluk agama, kemanusiaan, serta keadilan,” tuturnya.
Dr. Wening Udasmoro, M.Hum., DEA., Dekan FIB UGM, dalam sambutannya, mengungkapkan rasa hormat karena fakultas yang dipimpinnya telah dipercaya untuk menyelenggarakan acara ini. “150 tahun peringatan kelahiran Mahatma Gandhi ini menjadi momen spesial untuk merefleksikan hubungan Indonesia-India melalui budaya,” ujarnya.
Sementara itu, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., Rektor UGM, menambahkan kedekatan budaya Indonesia-India ini bisa dilihat dari keserupaan musik dangdut dari Indonesia yang sedikit banyak terpengaruh dari musik India. “Semoga kedekatan budaya ini bisa menjadikan hubungan kedua negara bisa terjalin lebih kuat,” pungkasnya. (Humas UGM/Hakam;foto:Firsto)