Hadirnya industri yang berskala besar di Lhokseumawe pada awal tahun 1970 telah menimbulkan harapan-harapan baru di kalangan penduduk lokal, yang masih begitu bersahaja memiliki sistem perekonomian tradisional yang didominasi sektor pertanian rendah teknologi dan padat karya. Dengan harapan hal tersebut dapat memanfaatkan peluang-peluang yang ada karena kehadiran industri yang tentunya menimbulkan perubahan bagi kehidupan masyarakat. Di sinilah awalnya dimulai proses transformasi sosial, budaya dan ekonomi. Demikian dikemukakan Drs. Alamsyah, M.Si saat menempuh Ujian Program Doktor dalam bidang Ilmu Geografi pada hari Rabu 28 Desember 2005 di Ruang Pascasarjana UGM.
Menurutnya, perubahan yang berlangsung dalam tempo relatif singkat itu telah menimbulkan pengaruh, baik itu pengaruh positif maupun negatif bagi penduduk. Kenyataan yang terjadi masyarakat lokal tidak siap menghadapi dan memanfaatkan peluang-peluang yang ditimbulkan oleh dinamika perubahan tersebut. Bahkan terjadi sebaliknya sebagian dari mereka tergusur dari bidang usaha yang telah mereka geluti secara turun-temurun tersebut. Sebagian yang lain mulai merasakan kurang puas dengan kegiatan mata pencaharian yang ada kaitannya dengan pembangunan proyek industri seperti buruh, menjadi penjaga malam di proyek, berdagang alat-alat bangunan yang ada hubungannya dengan pembangunan industri. “Menurut persepsi mereka memberikan status dan pendapatan yang lebih baik apabila bekerja di industri, namun mereka lupa bahwa, mereka tidak dibekali pengetahuan dan ketrampilan untuk bekerja di sektor industriâ€, kata Alamsyah.
Dalam disertasi berjudul “Transformasi Sosial, Budaya, dan Ekonomi Masyarakat Aceh (Tahun 1970-1999) Kasus Zona Industri Lhokseumawe†Alamsyah mengatakan bahwa hadirnya industri dalam masyarakat yang hidup dalam alam yang bersuasana agraris di Lhokseumawe secara tidak langsung menyebabkan kondisi kehidupan masyarakat berubah, perubahan tersebut menyangkut aspek social, budaya dan ekonomi. “Perubahan ini di perkirakan karena banyaknya pendatang yang tentunya membawa berbagai budaya dan agama yang bertentangan dengan yang meraka anut, sedangkan penduduk lokal larut ke dalam kehidupan sosial, budaya dan ekonomi yang dibawa oleh para pendatangâ€, ujar Alamsyah.
Lebih lanjut dikatakan dosen FKIP Universitas Syah Kuala ini bahwa terjadinya transformasi dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat karena adanya dualisme yang bertentangan satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena pertentangan antara sistem sosial, budaya, dan ekonomi tradisional dengan sistem sosial ekonomi dan budaya modern. Sering sekali sistem sosial, budaya dan ekonomi budaya modern tersebut merupakan produk dunia barat yang kalau diterapkan ke dalam masyarakat tradisional menyebabkan terjadinya gejolak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. “Berdasarkan pada uraian yang dikemukakan disini bahwa permasalahn yang diteliti adalah transformasi sosial, budaya dan ekonomi masyarakatâ€, ungkap promovendus kelahiran Ujoeng Rimba Pidie, 4 April 1958.
Ditambahkan Alamsyah penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji sebab terjadinya transformasi terhadap kehidupan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, secara ilmiah penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk upaya pengembangan diskusi yang berkaitan dengan transformasi terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat dan secara praktis, berkaitan dengan program pengembangan wilayah agar tidak menimbulkan transformasi yang merugikan masyarakat umumnya dan daerah pada khususnya. (Humas UGM)