Fakultas Ekonomi Program Diploma UGM bekerjasama dengan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia DIY (ISEI DIY) dan JEBI FE UGM, pada hari Rabu, 28 Desember 2005 menyelenggarakan seminar akhir tahun tentang “Refleksi Ekonomi 2005 dan Prospek Ekonomi 2006†di Fakultas Program Diploma UGM.
Menurut Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec pada tahun 2006 nanti ekonomi Indonesia masih belum akan bisa keluar dari kesulitan seperti yang terjadi pada tahun 2005. Harga minyak dunia yang masih belum jelas, walaupun diperkirakan tidak akan mengalami fluktuasi setinggi 2006, harganya akan tetap tinggi dan akan berdampak pada ekonomi dalam negeri. “Hal ini menjadi lebih menyulitkan para pengambil kebijakan ekonomi jika tidak didukung oleh situasi politik yang suhunya diperkirakan memanas 2006 mendatang. Berbagai konflik kepentingan dan persaingan di tingkat elit politik akan dapat mengganggu stabilitas ekonomi yang akan di bangun tahun 2006 tersebutâ€, ungkap pak Edy.
Lebih jauh Ketua ESEI DIY ini mengemukakan, mengenai persoalan pengangguran dan kemiskinan masih merupakan problematik menonjol selama 2006. Berkaitan dengan stabilitas harga, akan banyak ditentukan oleh kebijakan fiscal pemerintah terkait dengan harga BBM dan juga harga minyak dunia. Jika pemerintah terus memaksakan penghapusan subsidi BBM untuk masyarakat secara radikal seperti terjadi Oktober 2005, sebagai konsekuensi pelaksanaan UU Migas, dapat berakibat kontraproduktif seperti yang terjadi sekarang. “Ini mengingat bahwa pemerintah belum siap melaksanakan berbagai skim kompensasi atas kenaikan harga BBM tersebut, termasuk mekanisme Subsidi Langsung Tunai, yang belum didukung akurat, aparat yang bersih, administrasi yang baik, dan pola penyaluran yang efektifâ€, kata pak Edy.
Dosen FE UGM ini juga menambahkan, dalam dunia usaha masih akan menghadapi kesulitan terkait dengan kemerosotan daya beli masyarakat dan tingkat suku bunga yang masih tinggi. “Suku bunga yang tinggi ini bukan saja memberatkan sektor riil, melankan juga mengancam kinerja perbankan, karena tekanan kredit bermasalah (non-performing loan) menjadi lebih tinggiâ€, tukas pak Edy. (Humas UGM)