Sate merupakan salah satu hidangan kuliner yang banyak disukai. Namun, tahukah Anda ternyata ada sebanyak 252 ragam sate yang terdapat di nusantara.
“Ada 252 ragam sate dengan 175 ragam sate bisa ditelusuri asal-usulnya dan 77 ragam sate tidak bisa ditelusuri asal usulnya,” jelas pakar kuliner UGM, Prof. Dr. Ir. Murdijati Gardjito, dalam diskusi Mengupas Tuntas Strategi Nasi Goreng dan Sate dalam Menembus Citarasa dan Pasar Dunia, Selasa (9/10) dalam Festival Kuliner Nasi Goreng dan Sate di Grha Sabha Pramana UGM.
Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Gadjah Mada ini menyebutkan dari 175 ragam sate yang diketahui asal usulnya tersebut tersebar hampir di seluruh daerah kuliner di Indonesia kecuali di Lampung dan Mandar yang tidak memiliki sate sebagai makanan tradisionalnya.
Di antara daerah kuliner yang diteliti dan mempunyai ragam sate paling banyak adalah Yogyakarta sebanyak 21 ragam sate, Semarang 12 ragam sate, serta Bali dan Pekalongan masing-masing sejumlah 11 ragam sate.
Bahan yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sate adalah daging sapi (48,05%) diikuti daging ayam (37,66%) dan daging kambing (20,77%). Empat bumbu kecuali garam yang paling sering dipakai dalam ragam sate adalah bawang putih (96,92%), bawang merah (81 ,53%), ketumbar (64,61%), dan gula kelapa (63 ,07%).
Bumbu yang paling banyak digunakan dalam pembuatan saus atau kuah adalah kacang tanah (11.51%), diikuti bawang merah (10,32%), bawang putih (9,52%) dan kecap manis (8,73%). Pelengkap yang paling banyak digunakan adalah kecap manis (3,17%), bawang merah iris (2,77%), cabai rawit merah (2,38%), tomat (2,38%), dan bawang goreng (2,38%).
“Melihat ragam dan sebarannnya cukup banyak maka sate menjadi produk kuliner yang pantas menjadi salah satu representasi hidangan Indonesia,” jelas peneliti Pusat Studi Pangan dan Gizi (PSPG) UGM ini.
Murdjati menyampaikan dalam penelitian ini dihasilkan definisi baru sate berdasarkan ragam bahan, bumbu dan cara memasaknya yaitu hidangan lauk pauk yang berbahan hewani ataupun nabati yang dibumbui dengan berbagai macam bumbu sesuai citarasa daerahnya lalu dibakar hingga masak serta dapat disajikan dengan pelengkap.
“Yang unik, terdapat satu macam sate yang tidak memenuhi definisi sate, yakni Sate Godog dari Aceh karena diolah dengan cara direbus tanpa proses pembakaran,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Murdjati turut menyampaikan penelitian yang dilakukan ragam nasi goreng di Indonesia. Setidaknya ada 104 ragam nasi goreng yang tersebar di Indoensia dengan 36 diantarnya dapat ditelusuri asal usulnya. Sedangkan 59 lainnya merupakan resep pengembangan.
Temuan tersebut menunjukkan bahwa citarasa nasi goreng merupakan citarasa universal yang dapat diterima hampir seluruh masyarakat. Sebaran asal usul nasi goreng ada di Jawa dan Sumatera yang seluruhnya merupakan 50 % dari daerah kuliner yang ada di Indoensia.
“Ragam nasi goreng yang paling banyak ada di Jawa yakni 20 ragam tersebar di daerah kuliner Sunda, Betawi, Semarangan, Yogyakarta, Surakarta, Jawa Timur bagian utara, dan Jawa Timur bagian selatan,” paparnya. (Humas UGM/Ika; foto: Firsto)