Yogya, KU
Prof Dr Kuntowijoyo (alm) semasa hidupnya selalu berpesan dan mengajak semua orang untuk gemar menulis dan kalo bisa berbagi tulisan yang sudah ada tersebut dijadikan sebuah buku.
“Hanya lewat buku itulah, tulisan akan dikenang sepanjang masa oleh khalayak. Nama penulisnya pun diabadikan dalam tinta emas. Abadi dikenang, dan harum semerbakâ€
Demikian pesan Kuntowijoyo secara tersirat yang disampaikan oleh Sejarawan UGM Prof Dr Suhartono Wiryopranoto dalam Peluncuran dan Diskusi Buku ‘Penjelasan Sejarah’ sebagai karya terakhir Kuntowijoyo, Jumat (22/2) di Ruang Auditorium Fakultas Ilmu Budaya UGM. Ikut hadir menjadi pembicara dosen Isipol UGM Budi Irawanto MA, dan dosen sejarah FIB UGM Dr S Margana.
Suhartono menjelaskan, dalam buku terakhir ini, Kuntowijoyo memaparkan bahwa ilmu sejarah merupakan ilmu yang terbuka. Hakikat dan kemandirian ilmu sejarah merupakan kekuatan yang mampu menjelaskan sejarah, sehingga perlu dibedakan antara penjelasan ilmu-ilmu alam dan ilmu sosial di satu pihak dan ilmu sejarah di pihak lain.
Selain itu, dalam sejarah sendiri, kuatifikasi belum banyak diterapkan. Kuantifikasi sebagaimana dalam tradisu sejarah sebenarnya hanya menjelaskan narasi.
“Jadi, bukan merupakan penjelasan numerikal dan statitikal. Pada dasaranya sejarah itu persoalan kualifikatif,†terangnya.
Menurutnya, perlu diperhatikan dalam sejarah adalah aspek psikologis yang ada di dalamnya, yang tercakup mental causation. Selain itu, motif, dorongan, rencana, pikiran dan situasi kontemporer merupakan bagian penting dalam penjelasan sejarah.
“Saya setuju dengan Kuntowijoyo yang ingin agar mahasiswa Jurusan sejarah khususnya menghasilkan skripsi dan tesis periode kontemporer. Jangan lupa yang kontemporer pun juga sejarah. Ia telah berhasil melalui proses budaya kreatuf dari translation, immitation, and creation,†katanya.
Menurut Suhartono, ciri khas dari tulisan Kuntowijoyo dari dua buku sebelumnya yang menulis tentang sejarah, yaitu Pengantar Ilmu sejarah (1994) dan Metodologi Sejarah (2003) sebenarnya lebih kepada kekuatan ekpslanasinya dalam menggunakan kalimat pendek-pendek dan mudah dimengerti. Dengan kata lain ia menjelaskan secara ‘cekak aos’ (singkat berisi).
Sementara Budi Irawanto, MA mengungkapkan bahwa buku pamungkas dari Kuntowijoyo ini memuat tak kurang 60 ulasan review terhadap karya sejarawan, baik dari dalam maupun luar Indonesia. Sementara tahun publikasi karya-karya yang diulas Kuntowijoyo merentang cukup jauh, mulai dari tahun 1966 karya klasik sejarawan Sartono Kartodirjo Peasant’s Revolt of Banten in 1888 hingga tahun 2004 karya Kuntowijoyo sendiri Raja, Priyayi dan Kawula.
“Dalam Buku ini, karya dalam konteks Indonesia mempunyai tempat yang lebih luas ketimbang karya dari luar Indonesia, “ jelas Budi. (Humas UGM/Gusti Grehenson)