
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada 2018, jumlah penduduk bekerja pada triwulan I/2018 sebanyak 127,07. Rata-rata mereka menghabiskan waktu sekitar 8 jam per hari di tempat kerja untuk karyawan dengan 5 hari kerja per minggu. Di beberapa instansi, jam kerja, waktu istirahat maupun jam lembur dicantumkan dalam sebuah perjanjian kerja bersama.
“Karyawan berisiko terkena anemia, ini karena perhatian terhadap asupan makanan yang dikonsumsi belum optimal,” ungkap pakar gizi kerja, Yayuk Hartrianti, SKM., M.Kes., mengawali kegiatan talkshow: “Gizi Kerja untuk Kesehatan Karyawan”, Jumat (12/10) di Auditorium gedung Pascasarjana Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM.
Pakar gizi kerja yang akrab disapa Uke ini juga memaparkan bahwa kebutuhan kalori masing-masing karyawan bisa berbeda-beda. Intinya, kebutuhan nutrisi yang harus didapatkan setiap hari harus menyesuaikan dengan kondisi tempat bekerja. Ia memperingatkan agar jangan sampai makanan yang dikonsumsi karyawan pada akhirnya menimbulkan masalah degeneratif.
“Intinya aktivitas fisik di tempat kerja juga harus dilakukan untuk keseimbangan tubuh. Buah menjadi sumber vitamin yang paling bagus,” jelasnya.
Selain itu, dr. Agus Surono, Sp.THT.KL., menyatakan bahwa permasalahan lain yang juga sering terjadi pada karyawan adalah radang tenggorokan dan dehidrasi akibat tidak diperhatikannya hidrasi harian. “Misal, ada pekerjaan yang menuntut karyawan untuk tidak boleh minum selama bekerja, padahal ia tinggal di ruang ber-AC. Ini harus menjadi perhatian bersama,” ungkap pakar Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) FK-KMK UGM ini.
Agus juga mengungkapkan bahwa gizi buruk semacam ini akan mengakibatkan daya tahan tubuh menurun, mudah sakit yang mengakibatkan daya kerja fisik juga turun. “Dampaknya, prestasi kerja menurun, tingkat absensi meningkat sehingga seringkali dinilai bahwa karyawan tersebut mengalami penurunan produktivitas”, ungkapnya.
Dokter yang juga ahli THT ini menambahkan bahwa untuk memenuhi gizi tenaga kerja, asupan makanan harus mengandung semua zat gizi dengan jumlah sesuai kebutuhan, kualitas dan kuantitas makanan serta pola makan. Ia mengingatkan pentingnya tata laksana di tempat kerja agar memperhatikan penyediaan kantin dan ruang makan, ketersediaan preparat gizi, penyuluhan gizi, serta pemberian makanan di tempat kerja.
Perlindungan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja sebenarnya telah diatur dalam UU No.13 tahun 2003 pasal 86. Hal itu menurut Suharyanto, SKM., M.Kes., staf Pengawas Ketenagakerjaan Madya, Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi DIY, termasuk perencanaan keesehatan dan penyelenggaraan makanan di ruang kerja yang juga sudah ada aturannya sendiri. Menurutnya, perlindungan semacam ini sudah sepantasnya diterima oleh para tenaga kerja. “Mereka merupakan aset berharga karena merupakan bagian dari proses produksi, dan mereka selalu dihadapkan dengan potensi bahaya,” ungkapnya.
Perbaikan dan peningkatan asupan gizi mempunyai makna penting. Hal tersebut sebagai upaya mencegah morbiditas, meningkatkan produktivitas kerja, serta berperan dalam mengurangi permasalahan kesehatan. Semua itu termasuk akibat perubahan gaya hidup ataupun pola konsumsi pangan karyawan. Permasalahan inilah yang mendorong FK-KMK menyelanggarakan talkshow. (Humas UGM/Hakam)